Kontoversi
ayat –ayat mutasyabbihat dan kajian ta’wil atasnya menurut ulama’ muata’akhkhirin!
A.
Pendapat ulama’ mengenai ayat muhkamat dan mutasyabbihat
Apakah arti dan
maksud aayt-ayat mutasyabbihat itu dapat diketahui maksudnya oleh umat manusia
atau tidak , ada dua pendapat diantara para ulama’ . sebagian ulama’ mengatkan
bahwa arti dan ayat-ayat mutasyabbihat itu dapat diketahui oleh umat manusia ,
sebagian ulama’ lain mengatakan tidak dapat .
Yang menjadi pangkal
perselisihan ialah mereka berbeda pendapat dalam memahami ayat 7 surah Ali
Imran :
uqèd
üÏ%©!$#
tAtRr&
y7øn=tã
|=»tGÅ3ø9$#
çm÷ZÏB
×M»t#uä
ìM»yJs3øtC
£`èd
Pé&
É=»tGÅ3ø9$#
ãyzé&ur
×M»ygÎ7»t±tFãB
(
$¨Br'sù
tûïÏ%©!$#
Îû
óOÎgÎ/qè=è%
Ô÷÷y
tbqãèÎ6®Kusù
$tB
tmt7»t±s?
çm÷ZÏB
uä!$tóÏGö/$#
ÏpuZ÷GÏÿø9$#
uä!$tóÏGö/$#ur
¾Ï&Î#Írù's?
3
$tBur
ãNn=÷èt
ÿ¼ã&s#Írù's?
wÎ)
ª!$#
3
tbqãź§9$#ur
Îû
ÉOù=Ïèø9$#
tbqä9qà)t
$¨ZtB#uä
¾ÏmÎ/
@@ä.
ô`ÏiB
ÏZÏã
$uZÎn/u
3
$tBur
ã©.¤t
HwÎ)
(#qä9'ré&
É=»t6ø9F{$#
ÇÐÈ
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an)
kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat [183], itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu- tasyaabihaat [184].
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka
mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal. [183] Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat
yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. [184] Termasuk
dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa
pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah
diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang
mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya
ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Yang mereka
perselisihkan ialah pakah kalimat : warraasikhuna
fil ‘ilmi itu diathafkan
(disambungkan ) dengan lafal Allah yang
sebelumnya , sedang kalimat yaquuluuna
aamanna bihi itu menjadi hal dari lafadz ar-raasikhunaa? Ataukah kalimat warraasikhuna
fil ‘ilmi itumenjadi mubtada’
(subjek ) , sedang kalimat yaquuluuna
aamanna bihi itu menjadi khabar
(prediket )nya , sedang huruf wawu berfungsi
sebagai huruf/tanda isti’naf (huruf permulaan)?
a. Imam mujahid dan
sahabat-sahabatnya serta Imam Nawawi mwmilih pewndapat yang pertama , yakni
bahwa lafadz warraasikhuna fil ‘ilmi itu diathafkan (disambungkan ) dengan lafal Allah . pendapat ini berasal dari
riwayat Ibnu Abbas.
b. Kebanyakan sahabat ,
tabi’in dan tabi’it tabi’in serta orang-orang setelah mereka , memilih pendapat
kedua . yakni bahwa kalimat warraasikhuna
fil ‘ilmi itumenjadi mubtada’
(subjek ) , sedang kalimat yaquuluuna
aamanna bihi itu menjadi khabar
(prediket )nya. Dan riwayat ini adalah lebih shahih disbanding dengan riwayat
lainnya . dalil yang mendasari pendapat yang kedua ini ialah sebagai berikut :
1) Riwayat Abd.Rozzaq
dalam tafsirnya dan riwayat Al-Hakim dalam Mustadraknya , berasal dari Ibnu
Abbas r.a., bahwa dia membaca :
2) Ayat 7 surah
aliImran mencela orang-orang yang mencari ayat-ayat mutasyabbihat dan menyifati
mereka dengan condong kepada kesesatan dan mencari-cari fitnah . dan dalam ayat
itu Allah SWT memuji mereka yang menyerahkan urusan-urusan jyang samara itu
kepada Allah SWT dengan firman-Nya :
3) Hadits Riwayat
Al-Bukhori dan Muslim dan lain-lain dari ‘Aisyah .dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW setelah membaca ayat 7
surah Ali Imran itu , beliau bersabda :
Artinya :” Maka kalau kamu melihat mereka yang mencari-cari
hal-hal yang samar itu , mereka itulah yang menamakan Allah , maka hindarilah
mereka itu .”
1. Pendapat pertama
berpendidrian bahwa semua al-Qur’an itu mukam , berdasarkan ayat 1 surah Hud :
2. Pendapat yang kedua
mengatakan bahwa al-qur’an seluruhnya mutasyabbih , dala arti yang saling
bersesuaian yang sebagian dengan bagian yang lain. Hal ini berdasarkan ayat 23
surah Az-Zumar :
3. Pendapat yang ketiga
mengatkan bahwa Al-Qur’an itu terdiri dari dua bagian , yakni muhkam dan
mutasyabbih. Pendapat ini berdasarkan ayat 7 surah Ali Imran :
Jika dilihat sepintas , seolah –olah
hanya pendapat yang ketiga yang benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada
dalam al-Qur’an . tetapi jika diamati secara sekasama , sebenarnya semua
pendapat yang itu semua pendapat itu benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada
dalam al-qur’an . sebab , ketiga
pendapat itu ada dalilnya dalam al-qur’an , dan semuanya juga benar cara
istidlal masing –masing . yang berbeda hanya orientasi pendapat masing-masing
itu .
Pendapat pertama orientasinya
dititikberatkan pada masalah kebaikan ,
kerapian susunan tertib ayat –ayatnya , dan kekuatan atau kemutlakn
kebenarannya yaqng absolute , yang tidak ditimpa kerusakan ataupun kejanggalan
lafal maupun isi maknanya , sehingga al-qur’an itu seperti suatu8 banguna yang
kokoh kuat , tak tergoyahkan sedikitpun . hal itu disebabkan sentral pandangan
merekla difokuskan pada arti Uhkimat aayaatuhu yang
diorientasikan kepada segi kebaikan ,
kerapian dan kebenaran lafal dan maknanya , serta tidak adany6a kekurangan
maupun kerancauan .
Pendapat yang kedua memfokuskan titik
pandang pada segi relevansi , homogenitas dan keserasian susunan al-qur’an ,
baik dalam soal aturan-aturan hukumya , atau soal keindahan sastra seni
balaghohnya yang mencapai klimaks
kemukjizatan , maupun soal kerapian susunann kata dan keterkaitan inti
isi maknanya seluruh ataupun dipisahkan yang sebagian ayat/kalimatnya dari
bagian yang lain. Hal itu menyebabkan rangkaina kata /kalimat itu bagikan
untaian suatu kesatuan yang bulat , utuh menkjubkan , sehingga tidak bias
ditemuka mana ujungnya dan mana pangkalnya , karena sudah menyatu bulat ketat.
Sentral pendapat kedua ini diorientasikan pada arti kalimat ayat : (suatu kitab
yang serupoa /sama mutu ayat-ayatnya lagi berulang-ulang ). Sebab memang
alqur’an itu sebagiannya menyerupai sebagian yang lain dalam berbagai segi yang
tersebut diatas .
Pendapat yang ketiga memeng secara tegas
melendingkan orientasinya pada segi realitas ndan eksisitensi kitab suci in9i ,
baik dalam segi isi aturan-aturan hu7kumnya ataup[un dalam segi susunan
lafal ayat /surah-surahnya yang
betulk-betul jelas, tegas dan lugas , disamping ada pula yang samar , lentur
dan fleksibel serta elastis.
Tetapi sebagian ulama’ ada yang mengatkan
bahwa ayat 7 srah ali Imran tersebut tidak menunjukkan bahwa alquran itu
terbatas pada muhkam dan mutasyabbih saja . sebab tidak tampak disana adanya
ujung pemisah antara keduanya . hal itu dikarenakan adanya ayat 44 surah
An-Nahl yang berarti memang Allah SWT sendiri menghendaki adanya
penjelasan-penjelasn dari Nabi Muhammmad SAW . padahal mestinya yang muhkam itu
tidak perlu penjelasan , sedangkan yang mutasyabbih tidak ada harapan
kejelasannya .
Maka sebenarnya daiantar ketiga pendapat
para ulama tersebut tidak ada pertentangan anatra yang satu dengan yanmg lain ,
bahkan Nampak adanya persamaan dan persesuaian .
Yang Nampak adanya pertentangan diantara
para ulama’ ialah perselisihan mereka mengenai apakah ayat-ayat mutasyabbihat
itu harus ditafsiri agar diketahui arti dan maksudnya untuk diamalkan ? ataukah
tidak perlu ditafsiri dan cukup dimani eksisitensinya saja , soal artinya diserahkan kepada Allah
saja?
Dalam hal ini ada tiga pendapat para ulama’
sebagi berikut :
1.
Pendapat Jumhur ulama ahlus sunnah dan
sebagian ahli Ra’yi8 , mengatakan bahwa arti dan maksud ayat-ayat mutasyabbihat
itu tidak perlu ditafsiri , melainkan cukup diimani adanya dan diserahkan
kepada Allah SWT sja makna dan maksudnya , demi untuk me-Maha Sucikan-Nya .
dasar yang menjadi landasan pendapat mereka ialah dalil-dalil sebagi berikut :
1) hadits yang
diriwiyatkan oleh Abu Qasim dari Umi Salamh ketika menafsirkan ayat 5 surah
Thaha :
arrahmaanu ‘alal
‘arsyistawa ( Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘Arsy), maka
beliau berkata :
artinya :”cara (bersemayam Allah ) itu tidak
dapat dinalar , tetapi bersemayamnya Allah itu tidak samar lagi , dan
mengakuinya termasuk yang harus diimani , sebab mengingkarinya adalah kufur. “
2) riwayat Zubaiq bin
Abi abdur rahman , ketika dia ditanya tentang arti ayat 5 surah Thaha tersebut
, maka dia berkata :
artinya : “
mengimani hal itu tidak diragukan lagi , tetapi cara (bersemayam Allah) itu
tidak dapat dinalar dan hal itu termasuk tugas krisalah Rasul , dan wajib atas
Rasul tabligh yang jelas , dan wajib atas kita mempercayainya.”
3) Riwayat Zubaiq dari
Imam Malik bahwa ia juga pernah ditanya
arti ayat 5 surah Thaha tersebut , maka dia berkat :
Artinya :” caranya
tidak dapat dinalar , padahal bersemayam itu tidak samar . maka mengimaninya
adalah wajib sedangkan memepersoalkan hal itu adalah bid’ah .”
4) Riwayat Al-Laliky
dari Muhammad Ibnul Hasan , yang berkat : “ sesungguhnya Fuqaha’ dari Timur dan
Barat sepakat bahwa wajib mengimani saja pada ayat-ayat sifat (mutasyabbihat)
dengan tidak perel;u menafsirkan atau pun meragukannya.”
5) Imam Turmudzi dalam
mengomentari hadits ini mengatakan , bahwa demikian itulah pendirian semua ahli
ilmu , seperti Sufyan at-Tsauri , Malik, Ibnul Mubarok , Ibnu Uyainah , Waki’
bin Jarrah dan lain-lain. Mereka berkata :”
kita mengannggap hadits-hadits itu sebagaiman adanya. Kita cukup mengimaninya ,
dan tidak menanyakan bagaiman serta tidak menafsirkan dan tidak pula
meragukannya.”
2. Pendapat segolongan
Ulama ahlus sunnah dan kebanyakan Ahli Ra’yi berpendapat bahwa perlu
menakwilkan ayat-ayat mutasyabbihat yang relevan dengan keagungan Allah SWT .
sebab menurut mereka tidak boleh dalam kitab suci Al-qur’an itu sesuatu
/lafal/kalimat/ayat yangt tidak bias diketahui umat manusia . minimal harus
dapat diketahui oleh orang-orang yang Roosikhfil
Ilmi (memndalam ilmunya). Dasar dari pendapat mereka ini ialah dalil-dalil
sebagai berikut :
1) Riwayat dari
Al-Lalikay yang berbunyi : inna istawa bima’na istaula (bahwa
istawa itu berarti menguasai ).
2) Riwayat Abu Ubaid
yang berkat : inna istawa bima’na sho’ida
( bahwa istawa itui berarti naik ).
3) Riwayat Ibnul Lubban
yang berkata :
Artinya
:” istiwa’ yang dikaitkan kepada Allah SWT itu berarti dail atau tepat . maka
jelaslah bahwa Allah SWT itu dengan kekuatann-Nya menganugerahi segala makhluk
ciptaan-Nya itu disertai dengan kebijaksanaan-Nya yang Maha Tinggi.”
3.
Pendapat segolongan ulama lain
diantaranya seperti Ibnu Daqiqil ‘Id menengahi antar kedua pendapat tersebut ,
yaitu bahwa kalau menakwilkan ayat-ayat mutasyabbihat itu relevan dengan bahasa
arab , maka tidak boleh diingkari dan perlu diterima . tetapi jika
ta’wilan-ta’wilannya itu jauh dari bahasa arab , maka harus ditawaqqufkan (ditangguhkan) dan tidak
diamalkan serta cukup diimani maksudnya yang sesuai denagn ke-Maha Sucian Allah
SWT . jadi , kalau makna ayat-ayat mutasyabbihat itu jelas dan selaras dengan
percakapan bahasa arab sehari-hari , dapatlah diterima dan diamalkan.
Contohnya seperti ayat 56 surah az-zumar
:
Kata fii
jambillahi oleh para mufassir
dita’wilkan dengan “ tidak menunaiokan kewajiban-kewajiban kepada Allah”,
sehingga dapat diterima dan diamalkan , sebab dekat dengan penafsiran hal
itu dealam percakapan orang arab . dasar
pendapat ketiga ini ialah pendapat para ulama’:
Artinya :” semua sifat yang hakikatnya tidak mungkin diterapkan kepada Allah SWT
itu harus ditafsirkan dengan kelayakan –kelay6akannya (dengan makanya yang
layak ).”
B.
Faedah ayat muhkamat
dan mutasyabbihat
Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan
faedah/hikmah ayat-ayat muhkam lebih dahulu sebelum menerangkan faedah/hikamh
ayat-ayat mutasyabbihat
a.
Hikmah ayat muhkamat
Adanya ayat-ayat muhkamat dalam kitab
al-Quran , jelas banyak faedah /hikamhnya bagi umat manusia , sebaqgi berikut :
a) Menjadi rahmat bagi
manusia , khususnya orang yang kemampuan bahsa arabnya lemah. Dengan adanay
ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya , sangat besar arti dan
faedahnay bagi mereka. Denagn demikian , mereka tidak perlu susah –susah
mempelajari apa arti maksud ayat itu , karana arti maksud ayat itu sudah cukup
terang dan gamblang .
b) Memudahkan manusia
mengetahui arti dan maksudnya . juga memudahkan mereka dalam menghayati makna
maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c) Mendorong umat untuk
giat memahami , mengahyati , dan mengamalakn isi kandungan al-Qur’an , karena
lafal ayat-ayatnya sudah mudah diketahui , gampang dipahami , dan jelas pula
untuk diamalkan .
d) Menghilangkan
kesulitan dan kebingungan umat dalam memepelajari isi ajarannay , karena lafal
ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat dapat menjelaskan arti maksudnay ,
tidak harus menunggu penafsiran atau penjelasan dari lafal /ayat/surah yang
lain.
e) Memperlancar usaha
penafsiran
b.
Hikmah ayat
mutasyabbihat
Adanya ayat-ayat mutasyabbihat dalam
al-qur’an membawa faedah/hikamah yang banyak juga . bahkan , lebih banyak
daripada hikamh ayat yang muhkamat di atas. Hikmah adanay ayat-ayat
mutasyabbihat itu ialah sebagai sebagai berikut :
a)
Rahmat Allah SWT sebab sifat dan zat
Allah SWT itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu , Allah SWT
menyamarkan sifat dan zat-Nya dalam ayat-ayat mutasyabbihat itu adalah jelas
merupakan rahmat Allah SWT yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan , bisa
jadi merupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar