Cari Blog Ini

Selasa, 14 Februari 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Menjaga aqidah akhlak meruakan hal yang penting bagi kita. Hal-hal yang dapat kita lakukan antara lain dengan mempelajari ilmu-ilmu yang menyangkut aqidah akhlak, hal-hal yang dapat merusak aqidah akhlak, menjauhkan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak aqidah akhlak dan mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari.
       Mengingat begitu pentingnya aqidah akhlak ini, maka sebagian sekolah mulai memasukkan aqidah akhlak ini ke dalam mata pelajaran di sekolah. Karena usia anak-anak sekolah merupakan usia yang labil, di mana perlu ditanamkan sejak dini agar mereka mempunyai aqidah yang baik dan akhlak yang terpuji.
Akhlak terpuji yaitu tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlak yang terpuji dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula.
Ada berbagai macam akhlak terpuji, baik terpuji kepada Allah, kepada alam, kepada sesama manusia, dan kepada diri sendiri.
Dalam makalah ini akan dibahas akhlak-akhlak terpuji kepada diri sendiri. Adapun sifat-sifat yang terpuji kepada diri sendiri diantaranya:
1.    Tawakkal
2.    Ikhtiar
3.    Sabar
4.    Syukur
5.    Qana’ah

B.    Kompetensi Dasar
1.    Menjelaskan pengertian tawakkal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.
2.    Mengidentifikasi bentuk perilaku terpuji pada diri sendiri.
3.    Menunjukkan niai-nilai positif yang terkandung dalam perilaku terpuji pada diri sendiri.
4.    Menampilkan perilaku tawakkal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.

C.    Indikator
1.    Peserta didik mampu menjelaskan pengertian tawakkal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.
2.    Peserta didik mampu mengidentifikasi bentuk perilaku terpuji pada diri sendiri.
3.    Peserta didik mampu menunjukkan niai-nilai positif yang terkandung dalam perilaku terpuji pada diri sendiri.
4.    Peserta didik mampu menampilkan perilaku tawakkal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tawakkal
1.    Pengertian Tawakkal
       Kata tawakkal berasal dari bahasa Arab yang artinya pasrah dan menyaerah. Secara istilah, tawakkal berarti sikap pasrah dan menyerah terhadap hasil suatu pekerjaan atau usaha dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT .
       Tawakkal dapat diberi pengertian berserah diri kepada Allah SWT setelah semua proses pekerjaan atau amalan lain sudah dilakkan secara optimal.  Tawakkal harus dilakukan setelah ada usaha dan kerja keras dengan menerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Akan tetapi, ketika seseorang belum berusaha  secara optimal untuk mencapai suatu angan atau cita-citanya, kemudian ia pasrah atau berserah diri, maka orang tersebut belum dapat dikatakan tawakkal.
       Serahkan semua urusan hanya kepada Allah SWT, jangan menggantungkan sesuatu kepada selain Allah. Sebab, hanya Allah-lah yang mempunyai kekuasaan atas segala sesuatu. Segaloa usaha dan kerja keras tidak akan berarti apa-apa, jika Allah tidak menghendaki keberhasilan ats usaha itu. Manusia boleh berharap dan harus terus berusaha dengan seganap daya upaya, namun jangan lupa bahwa manusia tidak dapat menentukan suatau usaha itu berhasil atau gagal.
       Dengan demikain, tawakkal dilakukan sesuai dengan aturan yang benar, sehinga tidak ada penyimpangan akidah dan keyakinan dari perbuatan tawakkal yang salah.


2.    Perintah Bertawakal
       Tawakal kepada Allah termasuk perkara yang diwajibkan dalam Islam. Allah berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 159,
                               •      

yang artinya “ Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah membut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu , kaena itu maafkanlah mereka dan bermusawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, Sungguh Allah mencintai orang yang bertawakal”.
Dan dalam surat al-Maidah ayat 23
         

yang artinya “…dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang yang beriman.

3.    Bentuk-bentuk Bertawakal
       Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku tawakkal, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a.    Melakukan sesuatu atas dasar niat ibadah kepada Allah SWT.
b.    Tidak menggantungkan keberhasilan suatu usaha kepada selain Allah SWT.
c.    Bersikap pasrah dan siap menerima apa pun.
d.    Tidak memaksakan kehendak atau keinginan kepada siapa pun dan pihan mana pun.
e.    Bersikap tegar dan tenang, baik dalam menerima keberhasilan maupun kegagalan.
Contoh :
1)    Rajin belajar dan tawakal dengan berdoa kepada Allah akan menghasilkan kemudahan dalam mengerjakan soal.
2)    Ayah dan Ibu Ahmad adalah petani kecil. Ia sangat mendambakan agar Ahmad kelak menjadi anak saleh yang cerdas. Sebagai muslim dan muslimat yang taat beragama, setiap hari mereka selalu berdoa dan bertawakal kepada Allah semoga keluarganya hidup tentram di bawah ridho Allah.

4.    Dampak Positif Tawakal
a.    Memperoleh kepuasan batin karena keberhasilan usahanya mendapat ridho Allah.
b.    Memperoleh ketenangan jiwa karena dekat dengan Allah yang mengatur segala-galanya. Mendapatkan keteguhan hati.

5.    Membiasakan Diri Berperilaku Tawakal
       Manusia harus sadar dirinya lemah, terbukti sering mengalami kegagalan. Keberhasilan usaha manusia ada pada kuasa dan kehendak Allah semata-mata. Oleh sebab itu, manusia harus mau bertawakal kepada Allah setelah melakukan usaha secara sungguh-sungguh. Orang yang tawakal berarti menunggu keberhasilan usahanya. Oleh sebab itu, pada waktu tawakal hendaknya memperbanyak doa kepada Allah agar usahanya berhasil baik.



B.    Ikhtiar
1.    Pengertian Ikhtiar
       Kata ikhtiar berasal dari bahasa Arab (ikhtara-yakhtaru-ikhtiyaaran) yang berarti memilih. Ikhtiar diartikan berusaha karena pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih.
       Adapun menurut istilah, berusaha dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada untuk meraih suatu harapan dan keingina yang dicita-citakan, ikhtiyar juga juga dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat.

2.    Perintah untuk Berikhtiar
Dalil-dalil yang mewajibkan kita berikhtiar, antara lain :
a.    Surat al-Jumu’ah ayat 10
                 

Yang artinya :”Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”.
b.    H.R. al-Bukhori nomor 1378 dari Zubair bin Awwam r.a
Yang artinya : “Sungguh, jika sekiranya salah seorang diantara kamu membawa talinya(untuk mencari kayu bakar), kemudian ia kembali dengan membawa seikat kayu di atas punggungnya, lalu ia jual sehingga Allah mencukupi kebutuhannya(dengan hasil itu) adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada manusia, baik mereka(yang diminta) member atau menolaknya.

3.    Bentuk-bentuk Ikhtiar
       Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku ikhtiar, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a.    Mau bekerja keras dalam mencapai suatu harapan dan cita-cita.
b.    Selalu bersemangat dalam menghadapi kehidupan.
c.    Tidak mudah menyerah dan putus asa.
d.    Disiplin dan penuh tanggung jawab.
e.    Giat bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
f.    Rajin berlatih dan belajar agar bisa meraih apa yang diinginkannya.

4.    Dampak Positif Ikhtiar
       Banyak nilai positif yang terkandung dalam perilaku ikhtiar, di antaranya sebagai berikut :
a.    Terhindar dari sikap malas.
b.    Dapat mengambil hikmah dari setiap usaha yang dilakukannya.
c.    Memberikan contoh tauladan bagi orang lain.
d.    Mendapat kasih sayang dan ampuna dari Allah SWT.
e.    Merasa batinnya puas karena dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
f.    Terhormat dalam pandangan Allah dan sesame manusia karena sikapnya.
g.    Dapat berlaku hemat dalam membelanjakan hartanya.

5.    Membiasakan Diri Berikhtiar
       Sikap perilaku ikhtiar harus dimiliki oleh setiap muslim agar mampu menghadapi semua godaan dan tantangan dengan kerja keras dan ikhtiar. Untuk itu hendaklah perhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut :
a.    Kuatkan iman kepada Allah SWT.
b.    Hindari sikap pemalas.
c.    Jangan mudah menyerah dan putus asa.
d.    Berdo’a kepada Allah agar diberi kekuatan untuk selalu berikhtiar.
e.    Giat dan bersemangat dalam melakukan suatu usaha.
f.    Tekun dalam melaksanakan tugas, Pandai-pandai memanfaatkan waktu.
g.    Tidak mudah putus asa, selalu berusaha memajukan usahanya.


C.    Sabar
1.    Pengertian Sabar
       Menurut bahasa, sabar artinya tabah,tahan uji.
       Sabar berarti tahan menderita sesuatu, tidak lekas marah, tidak lekas patah hati, dan tidak lekas putus asa.
       Adapun menurut istilah, sabar ialah kondisi ental seseorang yang mampu mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. hawa nafsu di sini mengandung arti sangat luas, misalnya amarah, ambisi, serakah, tergesa-gesa, dan sebagainya. Oleh karena itu, orang yang sabar adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya. Sabar merupakan salah satu akhlak terpuji dan kunci untuk mendapatkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
             •        (QS Al Luqman 17)
       Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala.
      Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.
       Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.
2.    Macam-macam Sabar
Iman al-Gazali membagi kesabaran menjadi tiga macam, yaitu :
a.    Sabar dalam ketaatan, yaitu melaksanakan tugas atau kewajiban dengan ikhlas.
b.    Sabar dalam menghadapi musibah, yaitu tabah atau kuat hati saat menerima cobaan hidup.
c.    Sabar dari maksiat, yaitu rela meninggalkan perbuatan maksiat dan tidak menyesal atau iri apabila melihat orang lain dapat bersenang-senang dalam maksiat.

3.    Perintah untuk Bersabar
a.    Sabar dalam Ketaatan, dalam firman Allah, surat Ali-Imran ayat 200
b.    Sabar dalam Musibah, dalam Firman Allah surat al-Baqarah ayat 155-156
c.    Sabar dari Maksiat, dalam firman Allah surat an-Nahl ayat 126-127
d.    Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)

4.    Bentuk-bentuk atau Contoh Sikap Sabar
       Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku sabar, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a.    Bersabar dalam hal belajar untuk meraih cita-cita dan harapan
b.    Sabar ketika diejek oleh teman-teman, karena kesabaran akan membawa hasil yang positif.
c.    Tidak mudah emosi atau marah.
d.    Tidak tergesa-gesa.
e.    Menerima segala sesuatu dengan kepala dingin.
f.    Tidak mudah menyalahkan orang lain.
g.    Selalu berserah diri kepada Allah SWT.

5.    Dampak Positif Sikap Sabar
       Banyak nilai positif yang terkandung dalam perilaku sabar, di antaranya sebagai berikut :
a.    Terhindar dari bencana dan mala petaka yang disebabmkan oleh nafsu.
b.    Melatih diri mengendalikan hawa nafsu.
c.    Disayang oleh Allah.
d.    Memiliki emosi yang stabil
e.    Memiliki harapan akan masuk ke surge sesuai janji Allah da;am surat al-Baqarah ayat 155
f.    Berhasil mengembalikan persaudaraan yang hamper rusak.

6.    Membiasakan Diri Bersikap Sabar
a.    Selalu ingat bahwa marah tidak dapat menyelesaikan masalah
b.    Memperbanyak bergaul dengan teman-teman yang baik, berakhlak mulia
c.    Membatasi diri dan bersikap-hati-hati dalam bergaul dengan teman yang berwatak keras dan kasar.
d.    Hindari bergaul dengan orang-orang yang berperilaku tidak menyenangkan.
e.    Hadapi segala sesuatu dengan tenang.
f.    Hindari sifat tergesa-gesa.


D.    Syukur
1.    Pengertian Syukur
        Syukur berasal dari bahasa Arab yang berarti berterima kasih. Menurut istilah, bersyukur adalah berterima kasih kepada Allah atas karunia yang dianugerahkan kepada dirinya.
       Apabila direnungkan secara mendalam, ternyata memang banyak nikmat Allah yang telah kita terima dan gunakan dalam hidup ini. Demikian banyaknya sehingga kita tidak mampu menghitungnya.
       Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dengan menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan kehendak pemberinya. Sedangkan kufur adalah menyembunyikan dan melupakan nikmat.
       Pada dasarnya, semua bentuk syukur ditujukan kepada Allah. Namun, bukan berarti kita tidak boleh bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara nikmat Allah. Ini bisa dipahami dari perintah Alah untuk bersyukur kepada orang tua yang telah berjasa menjadi perantara kehadiran kita di dunia.
       Perintah bersyukur kepada orang tua sebagai isyarat bersyukur kepada mereka yang berjasa dan menjadi perantara nikmat Alloh. Orang yang tidak mampu bersyukur kepada sesama sebagai tanda ia tidak mampu pula bersyukur kepada Alloh swt.
       Manfaat syukur akan menguntungkan pelakunya. Allah tidak akan memperoleh keuntungan dengan syukur hamba-Nya dan tidak akan rugi atau berkurang keagungan-Nya apabila hamba-Nya kufur. 

2.    Perintah Bersyukur
Mensyukuri nikmat Allah adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Dalil-dalil yang mewajibkan bersyukur, diantaranya :
a.    Surat al-Baqarah ayat 152
b.    Surat an-Nahl ayat 114
c.    Surat al-Ankabut ayat 17
d.    Allah berfirman, ''Dan siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.'' (QS 27: 40)
e.    Nabi bersabda, ''Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka ia tidak  mensyukuri Alloh.'' (HR Tirmidzi). 
f.    Firman Allah SWT, ''Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembali.'' (QS 31: 14).
g.    Allah SWT berfirman, ''Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'.'' (QS 14: 7).
h.    Allah berfirman, ''Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS 16: 18).
i.    ”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),maka pasti azab-Ku sangat berat."(QS.ibrahim : 14)

3.    Bentuk-bentuk Bersyukur
       Sebagai muslim kita harus mengenali bentuk-bentuk perilaku syukur, agar kelak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, di antaranya sebagai berikut :
a.    Selalu mengucapkan “al hamdulillah” atau terima kasihsetiap kali menerima menukmatan.
b.    Menggunakan apa yang diberikan sesuai dengan kehendak pamberinya.
c.    Menjaga dan merawat dengan baik apa yang telah diberikan.
d.    Menyisihkan sebagian harta kita untuk diserahkan ke baitul mal
e.    Menyisihkan waktunya untuk membantu orang yang belum bisa membaca Al-Quran.

4.    Nilai Positif Bersyukur
       Banyak nilai positif yang terkandung dalam perilaku syukur, di antaranya sebagai berikut :
a.    Memperoleh kepuasan batin karena dapat menaati salah satu kewajiban hamba terhadap Allah SWT.
b.    Terhindar dari sifat tamak
c.    Terhindar dari murka Allah SWT.
d.    Mendapat jaminan tambahan nikmat Allah

5.    Membiasakan Diri Bersyukur
a.    Menerima pemberian orang tua dengan senang hati
b.    Memanfaatkan uang untuk membeli hal-hal yang bermanfaat
c.    Tidak boros dalam menggunakan uang

E.    Qana’ah
1.    Pengertian Qonaah
       Kata qonaah berasal dari bahasa Arab yang berarti rela, suka menerima yang dibagikan kepadanya. Adapun secara istilah, qonaah adalah sikap menerima semua yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada kita. Dapat pula dikatakan bahwa qana’ah ialah sikap perilaku menerima dan menggunakan suatu pemberian Allah sesuai dengan ketentuan Allah dan kebutuhan kita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kekayaan (yang haqiqi) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang haqiqi) adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kekayaan jiwa dalam hadits tersebut adalah Qona’ah. Dalam bahasa jawa sering diartikan sebagai sikap “nerimo”. Bersyukur terhadap apa-apa yang telah diberikan oleh Allah. Terkadang yang diterima oleh manusia menurut ukuran materi jumlahnya sedikit, tetapi sebenarnya nikmat yang diberikan oleh Allah tidak bisa terhitung jumlahnya.
Di kesempatan yang lain rasulullah juga bersabda “Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim). Islam memberikan jaminan rezeki bagi penganutnya selama mereka taat terhadap perintah-perintah Allah disamping mereka harus Qona’ah terhadap apa-apa yang diberikan Allah untuknya.
Merasa puas terhadap apa yang didapatkan akan menjadikan hati menjadi Qona’ah. Dan orang-orang yang bersikap Qona’ah akan mudah untuk bersyukur pada Allah. Yang kemudian akan diberikan limpahan rahmat lebih banyak lagi karena kesyukurannya tersebut.
Sebenarnya orang fakir itu adalah orang yang tidak pernah mempunyai sifat Qona’ah dalam dirinya. Karena mereka merasa kekurangan terus menerus dalam hidupnya. Tetapi lain halnya dengan hakekat orang yang kaya, Ia selalu merasa puas terhadap apa yang didapatnya sehingga ia bersyukur.Setan selalu menggoda manusia untuk tidak Qona’ah terhadap dunia. Akibatnya manusia selalu merasa kurang terhadap apa yang diberikan oleh Allah. Memang sifat Qona’ah itu tidak jatuh dari langit dengan sendirinya kepada manusia, tetapi harus diasah dan dilatih. Dan hanya dengan sikap sabar bisa menumbuhkan sifat Qona’ah. Sabar untuk selalu berusaha merasa puas terhadap apa yang didapatnya.
Dengan sifat Qona’ah ini, orang akan selalu merasa bersyukur, sehingga mudah baginya untuk berbagi kepada orang lain dan dapat menghilangkan sifat serakah dalam hati. Ni’mat yang digenggamnya tidak ia nikmati sendiri tetapi ia bagikan kepada orang-orang disekitarnya yang membutuhkan. Artinya qana’ah tidak hanya pada waktu rizki yang kita terima sedikit, tetapi pada waktu rizki melimpah pun kita harus tetap qana’ah.

2.    Perintah untuk Bersifat Qonaah
Dalil tentang wajibnya memiliki sifat qonaah, antara lain :
       Dalam surat an-Nisa’ ayat 32 , dimana ayat ini berisi tentang larangan bersikap iri terhadap karunia yang diterima orang lain, sedangkan sikap iri berarti tidak suka melihat orang lain mendapatkan kesenangan

3.    Bentuk-bentuk Qonaah
a.    Selalu ikhlas menerima kenyataan hidup.
b.    Tidak banyak berangan-angan.
c.    Tidak bersikap iri ter hadap kenikmatan yang diterima orang lain.
1)    Sudah cukup merasa senang walaupun ke sekolah dengan berjalan kaki.
2)    Merasa cukup dengan kondisi yang pas-pasan,asalkan mampu menyekolahkan anaknya.

4.    Nilai Positif Qonaah
a.    Terhindar dari sifat tamak
b.    Dapat merasakan ketenteraman hidup karena merasa cukup atas karunia Allah yang dianugerahkan kepada dirinya
c.    Mendapat jaminan tambahan nikmat dari Allah dan terhindar dari ancaman siksa yang berat
5.    Membiasakan Diri Bersifat Qonaah
a.    Sering memperhatikan orang-orang yang lebih miskin daripada kita
b.    Tidak sering memerhatikan orang yang lebih kaya agar kita tidak merasa kurang
c.    Membiasakan diri berlaku hemat.
d.    Biasakan bersikap ikhlas.
e.    Hindari kebiasaan berangan-angan.












BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
       Akhlak terpuji yaitu tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlak yang terpuji dilahirkan dari sifat-sifat yang terpuji pula.
       Ada berbagai macam akhlak terpuji, baik terpuji kepada Allah, kepada alam, kepada sesama manusia, dan kepada diri sendiri. Di antaranya yaitu tawakkal, ikhtiar, sabar, syukur, dan qana’ah.
       Tawakkal berarti sikap pasrah dan menyerah terhadap hasil suatu pekerjaan atau usaha dengan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ikhtiar diartikan berusaha karena pada hakikatnya orang yang berusaha berarti memilih. Sabar berarti tahan menderita sesuatu, tidak lekas marah, tidak lekas patah hati, dan tidak lekas putus asa. Bersyukur adalah berterima kasih kepada Allah atas karunia yang dianugerahkan kepada dirinya. Qonaah adalah sikap menerima semua yang telah dikaruniakan Allah SWT kepada kita.
       Menerapkan perilaku-perilaku di atas bukan berarti kita menyerah begitu saja, tapi tetap berusaha sekuat tenaga. Karena segala sesuatu hanya di tangan Allah SWT, manusia hanya bisa berusaha.    










DAFTAR PUSTAKA

    Wahid. A, Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah untuk kelas VIII semester 1 dan 2,Bandung : CV.Armico, 2009.
    LKS Al Azhar Aqidah AkhlaqMTs kelas VIII semester ganjil,Gresik:CV.Putra Kembar Jaya, 2009.
    Darsono. H. dan Ibrahim, Membangun Akidah dan Akhlak 1 untuk Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah, Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009.
    Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2007.