Cari Blog Ini

Jumat, 18 Maret 2011

makalah keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita sebagai warga Negara harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengertian tentang individu, keluarga, dan masyarakat yang sering kita katakan dalam keseharian kita, tetapi bagaimana kalau kita sebagai warganya tidak mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan itu semua serta menyangkut dengan problematikanya yang harus dihadapi oleh setiap individu, keluarga ataupun masyarakat. Tentu saja kita tidak dapat menamai diri kita statusnya sebagai apa, apa hanya sebagai individu, sudah berkeluarga ataupun sudah tentu hidup dalam lingkup masyarakat sekitar kita. Dan juga terpenting yaitu pengaruh individu pada lingkungan sekitar, pengaruh keluarga pada anggota keluarganya beserta fungsi-fungsinya ataupun bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatan dalam masyarakat. Selama seorang individu masih mempunyai hari esok, maka untuk dapat mengantisipasikan sikap dan pilihan-pilihan tindakannya, dipandang perlu sekali menelusuri posisinya yang diambilnya dalam usahanya memahami dirinya, orang lain, waktu, tempat dan dalam mengambil alternatif untuk hari esoknya. Dalam hal ini kita bisa melihat manusia sebagai individu yang menyadari dirinya berada dalam keluarganya, yang sekaligus merupakan jembatan timbang untuk tampil dalam lingkungan yang lebih besar dan lebih kompleks, yakni masyarakat. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan membahas masalah ini dengan tujuan agar kita dapat memahami, mengerti serta menelaah lebih jauh tentang materi yang akan kami bahas secara mendalam, untuk nantinya kita bersama-sama mengerti makna yang terkandung dalam bab “ Individu, Keluarga, dan Masyarakat”. Maka dari itu, kita akan mengkaji pengertian atau aspek-aspek lain yang berhubungan dengan bab yang telah disebut diatas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian tentang “Individu, Keluarga, dan Masyarakat ?
2. Bagaimana dimensi segi fisik dengan segi psikis dalam Individu ?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap Individu ?
4. Apa saja pengaruh, elemen pembentukan, serta fungsi dari Keluarga ?
5. Bagaimana bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatan dalam Masyarakat ?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah “IAD, ISD, IBD
2. Mengetahui arti atau makna dari “ Individu, Keluarga, dan Masyarakat
3. Memahami dimensi segi fisik dan psikis Individu
4. Memahami pengaruh lingkungan sekitar Individu
5. Mengetahui pengaruh, elemen pembentukan keluarga dan fungsi-fungsinya
6. Mengetahui bentuk-bentuk ataupun tingkatan-tingkatan Masyarakat


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Individu, Keluarga, dan Masyarakat

“ Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “ yang tak terbagi “. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu sosial padam individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Dalam ilmu sosial, individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi dari pada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri. Durkheim berpendapat bahwa keluarga lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan. Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa kelaurga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Masyarakat menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas benyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok. Kemudian pendapat dari Prof. M.M. Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama. Di beberapa pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasannya Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memilki tatanan kehidupan, norma-norma, adapt-istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.

B. Dimensi Segi Fisik dan Segi Psikis dalam individu

a. Segi Fisik

Kehadiran seseorang atau individu dalam kelompok keluarga maupun kelompok masyarakat ditandai dengan wujud fisiknya. Wujud fisik sebagai bagian dari alam selalu tunduk pada alam. Wujud fisik ini tersusun dan mempunyai struktur fisika, seperti mempunyai berat, volume, dan sifat fisika lainnya. Namun, makhluk hidup mempunyai ciri sendiri dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Faktor-faktor ini biasanya disebut faktor kelangsungan hidup.
Tahap perkembangan biologis / fisik manusia itu menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut : (Siswanto,1988)
a. Pendapat Aristoteles :
Perkembangan fisik manusia menurut Aristoteles terjadi pada setiap masa tujuh tahun, artinya setiap kelipatan tujuh terjadi perubahan.
Tahap I : 0 th – 7 th : masa anak kecil atau masa bermain.
Tahap II : 7 th – 14 th : masa anak, masa remaja atau masa sekolah rendah.
Tahap III : 14 th- 21 th : masa remaja, atau pubertas masa peralihan dari anak menjadi
dewasa.

b. Pendapat Kretschman :
Kretschman mengemukakan 4 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia.
Tahap I : Fullung periode 1, anak kelihatan pendek dan gemuk.
Tahap II : Strecking periode I, anak kelihatan langsing.
Tahap III : Fullung periode II, anak kelihatan pendek dan gemuk kembali.
Tahap IV : Strecking periode II, anak kelihatan langsing



c. Pendapat Sigmund Freud :
Freud mengemukakan 6 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia antara lain :
Fase oral 1 : 0 th- 1 th : mulut merupakan aktivitas dinamik
Fase anak : 3 th- 5 th : dorongan dan tekanan terpusat pada pembuangan
kotoran.
Fase laten : 5 th-12 th/13 th : implus cenderung untuk ada dalam menyerap.
Fase Pubertas : 12/13 th – 20 th : implus menonjol kembali.

Faktor – faktor penunjang kehidupan manusia antara lain :
Pangan : terdiri atas zat/sumber tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
Sandang : sebagai alat adaptasi terhadap kondisi alam (iklim) yang berlainan.
Papan : usaha berlindung dari ancaman alam yang tidak bersahabat.

b. Segi Psikis

Wujud individu tidak pernah lepas dari wujud psikisnya. Wujud psikis ini bersama-sama membentuk individu. Fungsi psikis sangat berpengaruh terhadap gerak dan tingkah laku fisik, dalam arti tingkah laku dan perbuatan individu merupakan refleksi psikisnya, sedangkan tingkah laku fisik berpengaruh pada fungsi psikis. Tenaga kejiwaan yang sangat menonjol oleh Sigmund Freud disebut dengan libido seksualis. Libido seksualis ini merupakan naluri tunggal dan merupakan sumber dari semua tingkah laku dan perbuatan manusia. Libido seksualis sebagai sumber perbuatan dan tingkah laku manusia melahirkan dorongan, yaitu dorongan untuk hidup dan dorongan untuk mati. Dorongan untuk hidup menyebabkan terjadinya tindakan distruktif.
Menurut Ahmad D. Marimba (1980), tenaga kejiwaan berupa karsa, cipta, dan rasa. Karsa, meliputi kemampuan yang merupakan sumber dorongan (kekuatan) dari suatu kegiatan. Rasa, meliputi kemampuan yang memberi sifat pada kegiatan berupa keharusan, kesenangan, ketidaksenangan dan lain-lain. Cipta, merupakan kemampuan yang dapat menciptakan sesuatu dan memecahkan persoalan-persoalan, dapat mencari jalan tepat untuk sesuatu kegiatan.



C. Pengaruh Lingkungan terhadap individu

Individu sebagai bagian dari alamnya hidup bersama lingkungan alamnya, baik lingkungan material maupun lingkungan sosial. Kondisi alam yang berubah,seperti perubahan geografis, ekosistem, cuaca, maupun perubahan yang terjadi pada masyarakat secara langsung ataupun tidak menyebabkan perubahan pada individu, karena setiap individu harus beradaptasikan dengan lingkungannya. Banyak sekali pengaruh dari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan pada individu, seperti latihan dan pendidikan, baik bersifat formal, nonformal, maupun informal. Pembentukan di sini dapat berarti perubahan sikap maupun kondisi fisik dan psikis dari sikap kurang reponsif terhadap berbagai keadaan menjadi individu responsif terhadap berbagai keadaan yang dihadapi. Pembentukan individu yang melalui pengaruh lingkungan masuk ke dalam individu ketika ia masih dalam kandungannya dengan berbagai tindakan. Untuk menjadi pribadi ini, individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan di sini hendaklah diartikan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan pshikis. Dalam hubungan dengan lingkungan ini kita nanti akan melihat apakah individu tersebut menyesuaikan dirinya secara alloplastis, yaitu individu disini secara aktif mempengaruhi dan bahkan sering mengubah lingkungannya. Atau sebaliknya individu menyesuaikan diri secara pasif (autoplatis), yaitu lingkungan yang akan membentuk kepribadian individu. Dalam proses alloplatis akan sering dijumpai gejala-gejala kearah destruktif. Karena individu akan tampil sebagai “ agent of change” ia membawa bersamanya nilai-nilai baru, vitalitas dan semangat baru dalam hubungan dengan lingkungannya.
Faktor lingkungan yang sangat mendukung dan menolong kehidupan jasmani dan rohani menyebabkan individu dapat berkembang. Banyak ahli yang menyatakan bahwa individu tidak mempunyai arti apa-apa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya (Sanipal Faisal,1987). Keluarga, sebagai lingkungan sosial pertama yang secara aktif mempengaruhi individu, mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan individu. Bagi individu yang belum dapat berdiri sendiri, ketergantungannya banyak bertumpu pada kelompok ini. Pada keluarga, ketergantungan individu tidak dapat dikaitkan dengan hal dan kewajiban. Kalau orang tua memberikan bimbingan, kasih sayang, dan makanan kepada anaknya, hal itu bukan merupakan pemberian yang didasari jumlah kewajiban yang telah dilakukan anaknya. Artinya, pemberian orang tua itu bukan merupakan upah karena anaknya telah melakukan tugas-tugas yang diwajibkan oleh orang tua.

D. Pengaruh Keluarga terhadap Anggota-anggotanya

Keluarga sebagai persekutuan dan tempat individu bernaung dalamnya menjunjung tinggi prinsip kesatuan dan keutuhan untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama., karakteristik keluarga dapat diidentifisikan dengan hal-hal berikut (Dewi Sulistya, 1986):

a. Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah, atau adopsi.
b. Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah, dan mereka
membentuk satu rumah tangga (house hold).
c. Keluarga merupakan satu kesatuan orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi.
d. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum.
Menurut Abu Ahmadi (1982), ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap keluarga:
a. Status sosial ekonomi keluarga
b. Faktor keutuhan keluarga
c. Sikap dan kebiasaan Orang Tua
Di samping itu, perlu adanya kepatuhan setiap keluarga terhadap norma yang diterapkan dalam keluarga. Adanya kepatuhan ini mencerminkan tingkat penerimaan anggota keluarga terhadap pengaruh keluarga, kepatuhan itu merupakan sarana suatu hal yang sudah dianggap sudah semestinya dan kebanyakan dikuasai oleh kebiasaan. (P.J. Bouman,76)

E. Perkawinan sebagai Elemen Pembentukan Keluarga

Dari segi hukum, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan 1974)
Ahli sosiologi memandang perkawinan sebagai persatuan antarsatu orang pria atau lebih dengan seorang wanita atau lebih yang diberi kekuatan sanksi sosial, dalam suatu hubungan suami istri. (Dewi Sulistyo, 1986)
Perkawinan sebagai upaya dasar untuk pembentukan keluarga dimulai sejak pemilihan jodoh, agar pihak pria dan wanita sebagai calon suami istri dipilih orang-orang yang dapat memegang peran masing-masing dan menempati fungsinya, kewajiban dan tanggung jawab menurut bentuk keluarga yang dicita-citakan. Oleh karena itu, pemilihan jodoh difokuskan pada pemilihan orang yang dapat bekerja dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama atas dasar saling pengertian. Dengan adanya perkawinan, akan lahir keturunan yang sah dan mendapat pengakuan dari masyarakat keturunan ini secara fisik dan hukum merupakan bagian dari keluarga yang sah.

F. Fungsi-fungsi Keluarga

Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan didalam atau oleh keluarga itu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci kedalam beberapa fungsi, yaitu :
a) Fungsi Biologis
b) Fungsi Pemeliharaan
c) Fungsi Ekonomi
d) Fungsi Keagamaan
e) Fungsi Sosial
Menurut William F. Ogburn, sebagaimana yang dikutip (Dwi Sulisyo, 1986) fungsi keluarga secara luas dapat berupa :
a) Fungsi Pelindung
b) Fungsi Ekonomi
c) Fungsi Pendidikan
d) Fungsi Rekreasi
e) Fungsi Agama
Merstedt mengemukakan fungsi keluarga yaitu :
a) mengatur dan menguasai impuls-impuls
b) membantu
c) menegakkan antarbudaya
d) mewujudkan status

G. Bentuk-bentuk Masyarakat dan Tingkatan-tingkatannya

Atas dasar ketergantungan seorang kepada orang lain dan untuk mencari tujuan bersama, setiap orang bekerja sama dengan orang lain. Hubungan yang terjalin antarbeberapa orang ini kemudian melahirkan kelompok orang atau masyarakat yang terjalin dalam satu ikatan. Perbedaan prinsip, nilai, kepentingan tujuan antarkelompok masyarakat melahirkan bermacam-macam bentuk masyarakat. Dari segi pengelompokannya, masyarakat terbagi atas masyarakat paguyuban (gemein schaft) dan masyarakat patembayan (gesel schaft).

1. Masyarakat Paguyuban (Gemein schaft)
Masyarakat paguyuban dapat diartikan sebagai persekutuan hidup P.J. Bouman (1976) lebih lanjut mengemukakan arti masyarakat paguyuban ini sebagai sesuatu persekutuan manusia yang diseratai perasaan setia kawan dan keadaan kolektif yang besar.
Ciri masyarakat paguyuban ini dapat dilihat dari adanya ketaatan, kesetiaan, dan kerelaan berkorban sebagaimana tang terdapat pada keluarga. Untuk mencapai tujuan mereka bersama masing-masing anggotanya rela berkorban untuk kepentingan bersama menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing sehingga keterkaitan antar keluarga menjadi sangat erat.
Hal ini membuktikan bahwa keterpisahan dalam kelompoknya sangat tidak disenanginya. Dengan demikian, individu sebagai bagian unsur dari kelompoknya, merupakan unsur cirri yang vital. Ciri-ciri masyarakat paguyuban ini diantaranya :
a. Rela berkorban untuk kepentingan bersama.
b. Pemenuhann hak tidak selalu dikaitkan dengan kapasitas pemenuhan kewajibannya.
c. Solidaritas yang sangat kokoh dan bersifat permanent.
d.
2. Masyarakat patembayan (Gessel Schaft)
Bila dibandingkan dengan masyarakat paguyuban, masyarakat patembayan mempunyai pertalian yang lebih renggang. Keterkaitan mereka hanya diletakkan pada dasar untuk mencapai tujuan bersama. Hak seseorang diberikan dengan memperhitungkan pemenuhan kewajibannya yang duberikan kepada organisasi sehingga sifat keakuan tiap individu pada masyarakat patembayan ini masih sangat menonjol, bahkan tidak jarang tiap individu masih membawa missi dan kepentingan sendiri.
Ciri masyarakat ini diantaranya:
a. Pemenuhan hak seseorang didasarkan pada pemenuhan kewajiban.
b. Solidaritas antara anggota tidak terlalu kuat dan hanya bersifat sementara.
Dengan bentuk masyarakat asal ditinjau dan keterkaitannya antara satu dan anggota lainnya.

Ditinjau dari akibat perubahan dan perkembangan yang terjadi, bentuk masyarakat dapat dikelasifikasikan pada masyarakat tradisional dan masyarakat moderen.

1. Masyarakat tradisinal
Masyarakat sebagai bentuk dari kehidupan bersama, mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan hidupnya, baik yang berupa manusia maupun yang berupa benda. Hal ini dapat dimengerti bahwa kehidupan masyarakat tradisional sangat tergantung pada manusia lain dan kondisi alamnya. Mata pencahariannya berpusat pada sektor pertanaian dan nelayan.
Kebutuhan sandang, pangan, dan papan dipenuhi dari alam sekitarnya. Kesadaran tekhnologi yang dipergunakan oleh petani dan nelayan menyebabkan ia sangat bergantung pada kondisi alam. Oleh karena itu, perladangan berpindah-berpindah dengan menebangi hutan merupakan salah satu ciri dari masyarakat tradisional. Modal yang paling menonjol pada mereka adalah pemilihan tanah sehingga pada masyarakat tradisional banyak tumbuh tuan tanah yang mempunyai pertanian dan perkebunan. Akibat pengusaan lahan pertanian dan perkebunan oleh tuan tuan yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan masyarakat umum, lahirlah elite masyarakat yang bersistem feodal. Bagian besar dari masyarakat yang tidak mempunyai tanah harus menggantungkan penghidupannya pada tuan-tuan tanah (feodalis) sebagai buruh sehingga timbul dominasai kaum feodal terhadap kaum buruh. Kaum feodal yang menjadi tempat bergantung masyarakat banyak, dengan sendirinya menempatkan dirinya sebagai pemimpin atau tokoh masyarakat. Karena dominasinya pula, kepemimpiannya lebih bercocok pimpinan otokritas sedangkan kaum buruh hanya bersifat pasrah (bahasa jawa nrimo) atas kebijakan para penguasa.
Dalam kehidupan yang serba sederhana ini, pekerjaan-pekerjaan seperti bertani, mendirikan rumah, dan sebagainya dikerjakan bersama. Keadaan ini membentuk sikap dan hubungan yang sangat erat antarindividu. Oleh karena itu, gotong royong atau tolong menolong marupakan ciri lain dari masyarakat tradisional.




2. Masyarakat Modern
Masyarakat modern merupakan pola perubahan dari masyarakat tradisional yang telah mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ukuran kemajuan dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Di bidang mata pencaharian, mereka tidak bergantung pada sektor pertanian semata, tetapi merambat pada sektor lain seperti jasa dan perdagangan.
Apabila masyarakat tradisional sangat bergantung pada kemurahan alam semata seperti cuaca, kesuburan tanah dan lain-lain, pada masyarakat modern masalah cuaca atau kesuburan tanah yang tidak menguntungkan dapat diantisipasi sedemikian rupa dengan mempergunakan teknologi, seperti teknologi pemupukan untuk mendapat kesuburan tanah atau green house (rumah kaca) untuk menghindari cuaca yang berubah-ubah, atau dengan hujan buatan untuk menghindari kekeringan dan sebagainya.
Untuk mempergunakan teknologi yang tepat dalam berbagai keadaan, dipilih tenaga ahli dan terampil dalam bidang tertentu karena penggunaan suatu teknologi menuntut dan memerlukan tenaga manusia dengan kualifikasi tertentu pula. Untuk itu diperlukan pendidikan khusus guna menyiapkan tenaga ahli yang terampil untuk berbagai keperluan.
Mereka yang tidak dapat aktif dalam sektor pertanian misalnya, dapat memilih bidang perdagangan atau jasa sebagai ladang tempat mata pencahariannya. Seseorang yang telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu dapat mempergunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk kepentingan orang lain, seperti melaksanakan jasa kesehatan, konsultan, advokat, perbankan dan sebagainya. Jadi, gerakan-gerakan ekonomi pada masyarakat modern telah bergeser pada bidang-bidang yang belum dijamah masyarakat tradisional.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memilki tatanan kehidupan, norma-norma, adapt-istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
2) Wujud Fisik di tandai dengan Kehadiran seseorang atau individu dalam kelompok keluarga maupun kelompok masyarakat Wujud fisik sebagai bagian dari alam selalu tunduk pada alam. Sedangkan wujud psikis membentuk individu. Fungsi ini sangat berpengaruh terhadap gerak dan tingkah laku fisik, dalam arti tingkah laku dan perbuatan individu merupakan refleksi psikisnya, sedangkan tingkah laku fisik berpengaruh pada fungsi psikis.
3) Pengaruh lingkungan pada individu menyebabkan terjadinya perubahan pada dirinya dan pembentukannya yang melalui pengaruh lingkungan masuk ke dalam individu ketika ia masih dalam kandungan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi jasmani dan rohaninya.
4) Keluarga mempunyai peranan penting kepada anggotanya sebagai sarana berinteraksi yang dilakukan pada tiap anggota.
5) Perkawinan sebagai jalan satunya-satunya untuk membentuk suatu keluarga
6) Fungsi keluarga secara umum adalah : Faktor Biologis, Faktor Pemeliharaan, Faktor Ekonomi, Faktor Keagamaan, dan Faktor Sosial
7) Dari segi pengelompokan masyarakat terbagi atas dua bagian, yakni Masyarakat Paguyuban dan masyarakat Patembayan. Sedangkan tingkatan-tingakatannya yang ditinjau dari perubahan dan perkembangan yang terjadi terbagi atas dua bagian juga, yakni Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Modern.



B. Saran

Kami menyarankan agar pembahasan yang ada dalam makalah ini di jadikan oleh para mahasiswa sebagai awal atau mukadimah untuk memahami dan mengkaji lebih jauh tentang tema yang terkait. Adapun yang tepenting adalah bagaimana mahasiswa menindaklanjuti tentang pembahasan-pembahasan yang telah di uraikan dalam makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2009

Ahmadi Abu Drs. H, Ilmu Sosial Dasar , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Riwu Kaho Josef, Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya, 1986

filsafat kritisisme

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Filsafat sebagai “induk segala ilmu pengetahuan” dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.
Pada umumnya makalah ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman pertengahan atau zaman setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan khususnya membahas tentang filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana pemikiran Immanuel Kant yakni penggabungan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris.
Menurut filsuf jerman kelahiran Konigsberg ini, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti,berlaku umum,dan terbukti dengan jelas.
Pada masa ini (abad 17) cenderung menganggap sumber pengetahuan salah satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiris) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut.
2.Rumusan masalah
 Pengertian Aliran Kritsisme ?
 Sejarah Timbulnya Kritisisme ?
 Pemikiran kritisisme tentang ilmu pengetahuan ?
 Metode Berpikir Dalam Mendapatkan Ilmu ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KRITISISME
Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme. Yang mana kedua faham tersebut berlawanan.
Adapun pengertian secara perinci adalah sebagai berikut:
1. Faham Rasionalisme adalah faham yang beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan itu ada dalam pikiran (berasal dari rasio/ akal). Faham ini depelopori oleh Rene Descartos (1596-1650)
2. Faham Empirisme adalah faham yang beranggapan bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia itu berasal dari indra (pengalaman) kita. Faham ini di pelopori oleh David Hume (1711-1776)
Jadi, Kritisisme adalah penggabungan dua paham yang saling berseberangan yakni rasionalisme Eropa yang teoritis “a priori” dengan empirisme Inggris yang berpijak pada pengalaman “a posteriori”. Immanuel Kant beranggapan bahwa kedua paham tersebut sama baiknya dan dapat digabungkan untuk mencapai kesempurnaan. Gagasan-gagasannya muncul oleh karena bentrokan yang timbul dari pemikiran metafisis Jerman, dan empirisme Inggris. Dari bentrokan ini Kant terpaksa memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia yang telah terdapat dalam akal manusia dan unsur-unsur mana yang berasal dari pengalaman.
Menurutnya sebab-akibat tidak dapat dialami, sebagai contoh sebuah pernyataan “kuman typus menyebabkan demam tipus” bagaimana kita dapat mengetahui keadaan yang mempunyai hubungan sebab-akibat ini? Pasti jawabannya adalah setelah diselidiki oleh para ahli bahwa orang yang menderita tipus pasti terdapat kuman tipus; dan bila tidak terdapat kuman itu maka orang itu tidak akan menderita tipus. Karena, seseorang pembawa kuman tipus pasti mengandung kuman tipus, namun mungkin dia tidak menderita demam tersebut. Contoh lain adalah; jika kita melihat seekor ular kemudian kita membunuhnya, maka kita tidak akan mengatakan bahwa ular menyebabkan kita membunuh, walaupun yang demikian terjadi berulang kali. Indera hanya dapat memberikan data indera, dan data ialah yang bisa di tangkap oleh indera. Memang benar kita mempunyai pengalaman tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai pengetahuan kita harus menembus pengalaman. Kata Kant, bagaimana hal ini mungkin terjadi? Jika dalam hal memperoleh pengetahuan kita menembus pengalaman, maka jelaslah dari suatu segi pengetahuan hal itu tidak diperoleh melalui pengalaman, melainkan ditambahkan pada pengetahuan. Di dalam putusan Sintetik-Apriori ini, “akal budi dan pengalaman indrawi di butuhkan serentak”

B.SEJARAH TIMBULNYA KRITISISME
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan budi dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada budi (nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (emperisme) budi metode berpikirnya disebut metode kritik.
C.PEMIKIRAN KRITISISME TENTANG ILMU PENGETAHUAN
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b) memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal merevisi teroi Gravitasinya kembali)
Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi. Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori "a priori" rasio, baru setelah itu diputuskan sah "a priory" atau 12 kategori azas prinsipal abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara lain:
-Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
-Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
-Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
-Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.

Data-data inderawi harus dibuktikan dulu dengan 12 kategori tadi, baru dapat diputuskan, itulah proses Kritisisme Rasionalis Jerman yang di ajarkan Immanuel Kant.
D. METODE BERPIKIR DALAM MENDAPATKAN ILMU
Metodelogi Immanuel Kant tersebut dikenal dengan metode Induksi, dari particular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan Universal. Menurut Immanuel Kant, Manusia sudah mendapatkan ke 12 kategori tersebut sejak terlahir di dunia ini, Teori itu terinspirasi dari Dunia Ide Plato
Immanuel Kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan Fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti benda pada dirinya, bukan isinya atau idenya. Seperti ada ungkapan "The Think in itself" Sama halnya dengan Manusia hanya bisa melihat Manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi tidak bisa melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak bisa melihat Nomena (Dunia ide abstrak--> Plato). Cara berpikir yang demikian itu, yaitu pemikiran dengan memakai tese, antitese dan sintese.
Immanuel Kant menggabungkan dunia Ide Plato "a priori" yang artinya sebelum dibuktikan tapi kita sudah percaya, seperti konsep ketuhanan dengan pengalaman itu sendiri yang bersifat "a posteriori" yaitu setelah dibuktikan baru percaya, kata lainnya adalah kesimpulan dari kesan-kesan baru kemudian membentuk sebuah ide.

Islam di Berbagai Negara

Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Kazakhstan terpilih sebgai tempat penelitian karena memiliki kondisi geografis, historis, kultural, dan politis yang khas. Perkembangan agama di negara-negara ini dipengaruhi oleh perbedan-perbedaan tersebut. Dalam hal ini diharapkan negara-negara ini dapat memberikan lingkungan yang kontras untuk keperluan eksplorasi sosiologis riset tersebut.
Negara Indonesia (Asia Tenggara)
Indonesia adalah negara Muslim paling besar, dengan perkiraan penduduk pada tahun 1998 terdapat sekitar 200 juta, 88% merupakan kaum Muslim. Dari semua negara muslim, Indonesia adalah negara yang sedang berkembang.

Indonesia sangat berhasil dalam menyediakan pendidikan umum bagi warga negaranya. Hampir semua orang Indonesia adalah Muslim Sunni dan megikuti Madzhab Imam Syafi’i. Islam disebarkan oleh para pedagang Asia Selatan dan Arab serta kaum Sufi pada abad -13. Pekembangan yang sangatcepat pada abad ke 15 dan ke 16, dan pada abad ke 18 mayoritas penduduk Jawa dan Sumatra sudah memeluk Islam. Karena ada pengaruh Sufisme, mistisisme, merupakan bagian penting dalam pertumbuhan Islam. Orientasi keagamaan yang telah memungkinkan Islam Indonesia mengambil simbol dan metafora budaya lokal. Dan akhirnya mengakibatkan Islam di Indonesia menjadi kenyal, sinkretik, warna-warni, dan berlapis-lapis. Sebagai akibat dari pengaruh tersebut, Islam Indonesia menjadi Islam yang Konteporer dan memiliki dua tradisi yang kokoh. Keduanya diwakii oleh dua organisasi massa. Islam sufi, atau islam populer ikut mendominasi daerah-daerah pedesaan dan pesantern yang diwakili oleh oleh Nadlatul Ulama, dan skriptualis-modern yang mendominasi wilayah –wilayah perkotaan, diwakili oleh Muhammadiyah. Para ahli Islam, yang dalam budaya lokal disebut dengan kyai, menjadi simbol Islam Sufi yang populer, sementara para intelektual Muslim mendominasi adalah kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Kerangka kelembagaan Indonesia sekular didasarkan pada pemisahan yang tegas antara agama dan negara. Dalam hal ini pemerintahan Indonesia meneruskan kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Ideologi negara dikenal sebagai Ideologi Pancasila yang diberlakukan secara ketat. Sejak berdiri pada tahun 1945, negara Indonesia diperintah oleh pemerintahan yang Otoriter dan didominasi oleh tentara. Walaupun begitu ideologi negara memperoleh banyak tantangan, yang terkadang cukup militan, pemerintah Indonesia secara umum berhasil menerapkan Pancasila secara ketat..
Pakistan (Asia Selatan)
Pakistan memiliki penduduk sekitar 142 juta jiwa pada tahun 1998, adalah negara Muslim terbesar kedua di dunia. Pakistan berdiri berdiri pada tahun 1947, setelah anak benua India tersebut medeka dari Inggris yang kemudian terbelah menjadi India dan Pakistan. Pakistan didirikan sebagi tanah air yang terpisah bagi kaum Muslim di India, terdiri dari wilayah-wilayah yang mayoritas Muslim di wilayah bagian utara dan selatan. Pada tahun 1972, bagian Timur negara ini, dikenal denga Pakistan sekarang terdiri dari provinsi-provinsi Punjab, Sindh, Baluchistan dan perbatasan Barat Laut. Pakistan merupakan salah satu negara paling miskin di dunia. Berbeda dengan Indonesia, pakistan memiliki catatan pembangunan yang lambat dan tingkat buta huruf yang tinggi.
Pakistan merupakan negara yang teokratik, undang-undangnya menjelaskan bahwa Pakistan akan menjadi negara Demokratis berdasarlkan prinsip-prinsip Islam. Seperti pasal 198 dalam undang-undang menjelaskan bahwa semua hukum harus sesuai dengan ajaran Islam seperti terdapat pada Al-Quran dan Al Sunah. Sejak 1971, Islamisasi diterapkan menjadi kebijakan negara. Yang paradoks adalah adopsi kebijakan Islamisasi terbukti dengan adanya perpecahan baik secara sosial maupun politik. Pada tingkat sosio-kultural, Islam memgang peranan penting dalam kehidupan orang-orang Pakistan namun, seperti halnya di banyak negara Muslim, sektarianisme agama menjadi fakta kehidupan di Pakistan dan menjadi sumber instibilitas sosial, politik, dan kekerasan lainnya. Terdapat banyak variasi dalam cara orang mengartikulasinya. Dalam tujuan analistis orang bisa menjelaskan situasi keagamaan dan intelektual Islam di Pakistan denagn menggunakan paling tidak empat kategori yang berbeda yaitu legalistik, sufisme/ islam popular, reformis/ liberal, dan revivalis/ fundamentalis Islam. Partai keagamaan Jamaat-i-Ulema-i-Islam beserta Jamiat-e-Ulema Pakistan memegang peranan penting dalam Islam revivalis/ fundamentalis sempalan muncul namun sulit menentukan pengaruhnya.
1. Kazakhtan (Asia Tengah)
Kazakhtan adalah sebuah negeri di asia Tengah dengan penduduk sekitar 18 juta orang. Setengah penduduk Kazakhtan adalh orang Muslim, menurut perkiraan yang dibuat pada 1998, 30 % penduduk merupakan etnik Rusia (terutama Jerman dan Ukrainia )dan Asia tengah. Orang Kazakhtan merupakn orang Sunni Muslim dan pengikut Mazdhab Hanafi dalam Fiqih.
Perluasan Islam di Kazakhtan dimulai pada tahun 714 M sejalan dengan pembukaan Transixiana oleh suku Muslim Qutaibah. Namun karena gaya hidup mereka yang nomaden, Islam tidak begitu menarik dengan bagi orang Kazkhtan hingga para pendakwah Tar-tar untuk menyebarkan agama Islam di Kazakhtan agar”berbudaya”dan menjinakkan suku Kazakhtan yang cenderung pastoral dan tengah terlibat konflik dengan Kerajaanya yang sedang melebarkan kekuasaan. Cara hidup yang Nomad menyulitkan pengajaran Agama. Akibat Isam suku Kazakhtan bersifat sinkretik dan tidak Dogmatik. Namun pada abad pertengahan abad ke 18, tradisi skripturalis Islam dimulai mengakar di Kazakhtan dengan berdirinya sekolah-sekolah Al-Quran di beberapa kota baik besar maupun kecil. Pada akhir abad ke 19, Islam berdiri kokoh di kalangan orang Kazakhtan dan menjadi bagian dari identitas mereka.
Dibawah kekuasaan Soviet, tekanan terhadap agama telah menghilangkan doktrin-doktrin Islam. Organisasi- Organisasi keagamaan yang independent praktis dihapuskan. Kazakhtan berada dibawah jurisdiksi Dewan Spiritual Muslim Asia Tengah dan Kazakhtan (DUMSAK) yang mengatur masalah keagamaan orang Kazakhtan. Orang-Orang Kazakhtan yang sangat khas dan berbeda dengan tetangga mereka, orang Uzbek, yang sianggap agamis. Menurut etnolog Kazakhtan, yakni Rausan Mustafina, banyak orang Kazakhtan yang memandang upacara sebagai bagian dari warisan nasional ketimbang Agama. Sejak merdeka, peranan Islam baik pada tingkat Individual maupun Nasional semakin tampak. Pada tingkat Nasional , Dewan Muslim Kazakhtan (DUMK), yang terpisah dari Dewan Spiritual Asia Tengah yang mengatur persoalan agama orang Kazakhtan. Perkembangan ini bisa dilihat sebagai tanggapan terhadapa kepercayaan kaum Muslim Lokal yang makin besar terhadap agama.
Mesir (Timur Tengah)
Penduduk Arab memilki 60 juta penduduk, mesir merupakan negara Arab Muslim yang terbesar. Mesir juga merupakan salah satu negara yang paling berpengaruh didunia. Sekitar penduduk Mesir merupakan muslimin Sunni. Sisanya Kristen Koptik. Mesir telah menjadi negara muslim pada sejak abad ke-7 ketika (pada tahun 642 ).
Islam memainkan peran penting dalam kehidupan kaum Muslim di Mesir, baik di wilayah privat maupun publik. Sebagai tempat belajar tertua Al-Azhar merupakan universitas Islam yang ada di Mesir. Ikhwanul Msulimin merupakan organisasi yang paling baik di Mesir maupun di dunia Arab. Dari sebuah organisasi Islam Radikal dengan tujuan mendirikan negara Islam dengan perlawanan bersenjata. Islam juga berperan penting dalam kehidupan politik dan perkembangan civil society di Mesir. Islam memainkan peran vital yang senantiasa berubah dalam pembangunan kehidupan masyarakat Mesir. Kaum intelektual Muslim yang terkemuka dan organisasi-organisasi yang mereka bentuk turut menentukan jenis peran dan pengaruh yang dimainkan. Mereka mengartikulasikan respons yang unik dan berbeda terhadap moderenisme Barat. Mesir tetap sebagai negara sekular berdasarkan konstitusi dimana di dalamnya negara dan agama dipisahkan. Mesir diperintahkan oleh rezim yang otoriter yang kekuatannya dalam angkatan bersenjata dan borokrasi. Sifat yang paling penting dari revivalisme Islam di Mesir pada 1990-an adalah bahwa Mesir telah menjadi bagian dari arus utama kehidupan Mesir. Perkembangan ini terjadi karena adanya institusionalisasi sistem politik yang lebih terbuka dibawah kekuasaan Presiden Husni Mubarak. Penekanan pada Kesalehan Islam kini ditemukan dihampir semua lapisan masyarakat.
Kelompok kajian Al-Quran menjadi satu bentuk organisasi profesional dan kesejahteraan sosial. Ulama dan masjid juga telah memainkan peranan yang sangat penting. Seperti halnya jemaat-i-Pakistan, Ikhwanul Muslim menolak imprialisme dan hegemoni kebudayaan Barat. Namun keduanya menyadari bahwa dilema yang dihadapi oleh kaum Muslim merupakan persoalan mereka sendiri, yang disebabkan oleh kegagalan mereka dalam melaksanakan ajaran Islam dengan baik. Keduanya juga menegaskan kembali keharusan masyarakat Muslim untuk menggali kesalehan Islam, yang kemudian membuka jalan bagi berdirinya masyarakat yang benar-benar Islami.
Survei yang terstruktur mengenai Sosio-Demografi yang dilatar belakangi oleh pendidikan dan pekerjaan respondens. Kerja lapangan dilakukan di pusat-pusat penelitian di negara Indonesia(Asia Tengah), Pakistan (Asia Selatan), Kazakhtan (Asia Tengah), Mesir(Tmur Tengah). Profesional muslim adalah mereka yang hampir semuanya berpendidikan universitas dan bekerja secara profesional. Semu responden dalam survei ini adalah orang Muslim. Fokus kajian ini adalah individu atau kelompok yang berpengaruh dalam penanganan masalah kemasyarakatan, seperti telah disinggungkan sebelumnya. Tabel 1.1, menunjukkan bahwa mayoritas responden berasal dari kelompok kelas menengah yang mendominasi lembaga publik.

Syariah dan Aqidah

Syari’ah adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya didalam berhubungan dengan tuhan, dengan saudaranya sesama muslim, dengan saudaranya sesama manusia beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupannya. Istilah syariah dalam konteks kajian hukum Islam lebih menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses “tasyri”. Mahmud Shaltout memberikan pengertian dengan jelas, mengartikan bahwa syariah ituadalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut. Untuk dijadikan pegangan oleh immat manusia baik dalam hibungan nya dengan Tuhan, dengna alam, maupun dalam menata kehidupan ini.

Aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu "aqada” yang berarti ikatan atau simpulan. Dari ikatan atau simpulan yang bermakna ini maka lahirlah akidah iaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara dari segi istilah, akidah bermaksud kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai. Akidah menurut istilah ialah kepercayaan atau keimanan kepada hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh “syara" yaitu beriman kepada Allah SWT, rukun-rukun iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkara ghaibiyyat.

aspek aqidah tidak termasuk dalam pembahasan kajian syariah karena merupakan landasan bagi tumbuh dan berkembangnya syari’ah. Sedangkan Syari’ah merupakan suatu yang tumbuh di atas aqidah itu. Pengertian yang dikemukakan Shaltout ini relatif lebih akomodatif , karena dapat mewakili dua jenis syari’ah yaitu ketentuan-ketentuan yang diturunkan serta dikeluarkan oleh Allah dan rasulnya. Hubungan antara aqidah dan syari’at sangat erat sekali hingga tidak terpisah satu sama lain, dengan syarat bahwa kepercayaan itu pokok yang mendorong kepada terwujudnya syaria’t, sedangkan syari’at merupakan pelaksanaan, sebagai tanda terpengaruhnya hati dengan kepercayaan. Dan hubungan ini adalah sebagai jalan keselamatan dan kebahagiaan, karena hal itu telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hambanya yang beriman. Oleh karena itu, barang siapa yang beriman dengan kepercayaan dan menyia-nyiakan syari’at atau mengerjakan syari’at dengan mengosongkan kepercayaan, bukanlah dia merupakan muslim di sisi Allah dan tidaklah dia melalui jalan keselamatan menurut hukum Islam. Islam itu bukan semata-mata kepercayaan saja dan bukanlah tugasnya hanya mengatur hubungan di antara manusia dengan Tuhannya belaka akan tetapi dia adalah kepercayaan dan peraturan segi-segi kebaikan di dalam kehidupan.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam lingkungan masyarakat, seseorang yang mempunyai aqidah yang sangat kuat tetapi berbanding terbalik dengan syari’atnya yang lemah. Ia beriman dan mengakui adanya Allah sebagai Tuhannya, tetapi dia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang di tentukan oleh Allah. Dia tidak menunaikan kewajiban-kewajiban agama, yaitu tidak pernah sholat ataupun menjalankan puasa. Memang dia seorang muslim, namun Islamnya tidak sempurna karena hanya merupakan pengakuan saja tanpa ada bukti. Contoh lain, seseorang beriman kepada Rasul-rasul Allah. Rasulullah punya aqidah dalam mengimani Rasul-rasul Allah saja, tidak menjalankan syari’at yang di contohkan beliau kepada umatnya. Ini merupakan cerminan seorang muslim yang kurang sempurna. Bahkan ada juga orang yang tidak menjalankan aqidah maupun syari’ah. Namun ada pula orang yang menjalankan aqidah maupun syariah dengan seimbang. Memang seorang muslim harus mempunyai aqidah maupun syari’atnya yang seimbang atau kedua-duanya kuat dalam kehidupannya. Keduanya adalah pokok agama Islam, aqidah sebagai landasan dan syaria’t sebagai cabang-cabangnya.hal ini berimplikasi bahwa syari’at tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada aqidah Begitu pula sebaliknya. Karena keduanya adalah keniscayaan, yang artinya antara aqidah dan syari’at tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.

Pendidikan Islam di Indonesia


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH SURABAYA
PENDIDKAN AGAMA ISLAM
  TAHUN 2010
Pendidikan Islam di Indonesia

A.    Pendahuluan
Sebelum islam datang ke Indonesia dalam abad XIII, maka telah terjelma kerajaan-kerajaan yang susunan pemerintahannya, corak masyarakatnya, alam pikirannya banyak di pengaruhi Hinduisme dan Budhisme. Kerajaan-kerajaan itu, terdapat di selat Malaka, di Sumatera Utara, di Kalimantan Utara dan Timur. Mereka memiliki susunan ekonomi yang tergantung pada perdagangan laut.
Di samping negara-negara pesisir, tumbuh pula di pedalaman kerajaan-kerajaan yang hidup dari pertanian. Antara kerajaan pesisir dan pedalaman selalu terdapat pertentangan karena perebutan kekuasaan. Dalam pertentangan politik itu unsur agama belum turut memegang peranan selama kerajaa-kerajaan tadi masih diperintah oleh raja-raja yang menganut agama Hindu Budha. Akan tetapi setelah proses peng-Islaman dimulai pada akhir abad XIII sejak dari Sumatera Utara di kerajaan Pasai, Samudera di selat Malaka, terus hingga ke pantai  Utara pulau Jawa, maka unsur agama masih memegang peranan.
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang sudah berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, pendidikan Islam diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidkan Islam dengan ciri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan generasi penerus bangsa yang siap melanjutkan estafet perjuangan bangsa Indonesia. Dalam perkembangan sejarah, pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI. Dalam banyak referensi desbutkan bahwa tonggak-tonggak sejarah pendidikan di Indonesia dimulai dari munculnya organisasi Budi Utomo (1908) Kebangkitan Nasional (1928), masa kemerdekaan (1945-1955), masa orde lama (1955-1967), masa orde baru (1967- 1997) hingga masa reformasi saat ini.
Pendidikan islam di Indonesia tidak dapat lepas dari apa yang diilustrasikan pada kebijakan-kebjakan pemerintah kolonial Belanda dan pemerintah Jepang yang telah menjajah bangsa Indonesia selama berabad-abad. Oleh karena itu periodisasi sejarah pedidikan islam dibagi dalam dua garis besar, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan.
Dalam perkembangannya, pendidikan islam di Indonesia tidak lepas dari permasalahan bangsa baik sosial maupun politik. Berbagai macam kritik dan saran ditujukan kepada pendidikan islam di Indonesia untuk membangu pendidikan islam yang lebih baik.

B.     Kedatangan Islam di Indonesia
Sejauh menyangkut kedatangan islam di nusantara, terapat diskusi dan perdebatan panjang  di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok: Tempat asal kedatangan islam, para pebawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori penbahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya karena kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya. Karena itu, kebanyakan teori yang ada dalam segi-segi tertentu gagal menjelaskan kedatangan islam, konversi agama yang terjadi, dan proses-proses islamisasi yang terlibat di dalamnya.
Sejumlah sarjana, kabanyakan asal Belanda, memegang teori bahwa asal muasal islan di Nusantara ialah anak benua India, bukan Persia atau Arabia. Sarjana utama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, ahli dari Universitas Leiden. Dia mengaitka asal muasal islam di Nusantara dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia,adalah orang-orang bermadzhab syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yangkemudian membawa islam ke Nusantara.
Teori ini kemudian dikambangkan snouck Hurgronje yang berhujah, begitu islam berpijak kokoh di beberapa kota pelabuha anak benua India, muslim Deccan banya di antara mereka tinggal di sana sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara datang ke dunia Melayu Indonesia sebagai penyabar islam pertama. Baru kemudian mereka di susul orang-orang Arab kenamyakan keturunan Nabi Muhammad SAW, karena menggunakan gelar sayyid atau syarif  yang menyelesaikan penyebaran islam di Nusantara.
Agama Islam tersebar di Asia Tenggara dan di kepulauan Indonesia sejak abad XII atau XIII. Sekarang di sejumlah daerah yang telah berabad-abad memeluknya, nama mereka yang dianggap berjasa dalam menyebarkan agama itu disebut dengan hormat dan khidmat. Masuk Islamnya berbagai suku bangsa di kepulauan Indonesia ini tidak berlangsung dengan jalan yang sama.suatu kenyataan yang sudah pasti ialah, di Sumatera utara dan Aceh, yang sekarang ini para penguasa di beberapa kota pelabuhan penting sejak paruh kedua abad XIII sudah menganut Islam.
Dari permulaan agama Islam sudah berpengaruh pada golongan menengah, kaum pedagang, dan buruh di bandar-bandar (hal ini terjadi hampir di mana-mana pun agama Islam berkembang, lebih-lebih di Asia Tenggara dan Nusantara). Seperti lazimnya, pelaut menyebarkan agama Islam di antara teman-teman sederajatnya. Rasa persaudaraan dalam antarbangsa itu, yang pada asasnya tidak mengakui adanya perbedaan keturunan, golongan, dan suku di antara para pemeluknya, ternyata menarik para pedagang dan pelaut, yang berbeda-beda tempat asalnya serta beragam adat istiadat dan cara hidupnya. Dalam pergaulan hidup masyarakat golongan menengah yang berdagang ini agama Islam yang memejukan sifat sama rata itu menciptakan tata tertib dan keamanan seraya menonjolkan kerukunan kaum Islam.

1.      Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatera
a.       Samudera Pasai
       Kerajaan pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah di singgahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya.Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari nisan itu dapat diketahui dapat diketahui ahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Malik al-Saleh, raja pertama itu merupakan pendiri kerajaan tersebut.
b.      Aceh Darussalam
        Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama kabupaten Aceh besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan sebenarnya berdiri. Anas Mahmud berpendapat, kerajaan ini sebenarnya berdiri pada abad ke-15 M di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar syah.




2.      Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
a.       Demak
       Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya kerajaan Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independent. Di bawah pimpinan sunan Ampel Denta, Wali songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak, kerajaan pertama di Jawa, dengan gelar Senopati jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayyidin Panatagama.
       Raden Patah menjalankan pemerintahannya,dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama, Wali songo. Sebelumnya Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah asal Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan  oleh para wali.
b.      Pajang
       Kesultanan Pajang adalah pelanjutan dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kerajaan yang terletak di daerah Kartasura sekaran itu merupakan karajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Penggiring, di lereng gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Pada tahun 1546 Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu muncul kekacauan di ibu kota. Konon Jaka Tingkir dengan segera mengambil alih kekuasaan. Setelah menjadi raja yang paling berpengalamn di Pulau Jawa ia bergelar Sultan Adiwijaya.
c.       Mataram
       Awal dari kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pemanahan yang berasal dari pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang.
     Pada tahun 1577 M. Ki Gede Peanahan menempati istana barunya di Mataram pertama, setelah pangeran Benawa, anak Sultan Adiwijaya , menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada Senapati. Meskipun Senapati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan dalam tradisi Jawa, penyerahan benda-benda pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan.
       Senapati meninggal dunia tahun 1601 M dan digantikan oleh puteranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah berada di bawah kekuasaannya.
d.      Cirebon
       Kesultanan Cirebon adalah kerajaan pertama Islam di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di awal abad ke-16, cirebon masih merupakan daerah kecil di bawah kekuasaan Paku Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan juru labuan di sana, bernama pangeran Walangsungan, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika memajukan Cirebon ia sudah menganut agama Islam. Disebut oleh Thomas Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M. Akan tetapi , orang yang sudah berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayat yang terkenal dengan Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari pangeran Walangsungan. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.
e.       Banten
       Sejak sebelum zaman Islam, ketika masih berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan sunda kuno, cerita Parahyangan disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan Banten. Pada tahun 1524 atau1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam di sana.



C.     Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan islam sama satuannya dengan islam itu sendiri, dan tentu saja tidak akan terlepas dari sejarah islam pada umumnya. Karena itulah periodisasi sejarah pendidikan islam berada dalam periode-periode sejarah islam itu sendiri.
Sementara itu kegiatan endidikan islam di Indonesia yang lahir dan tumbuh serta berkembang bersamaan dengan masuknya dan berkembangnya islam di Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka melacak sejarah pendidikan islam di Indonesia dengan periodisasinya baik bagi pemikiran, isi maupun pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya serta fase-fase penting yang dilalui, secara garis besar fase tersebut dapat dibagi menjadi:

1.      Periode sebelum kemerdekaan Indonesia
Sejarah pendidikan islam di Indonesia sebelum kemerdekaan meliputi masa awal islam di Indonesia, masa penjajahan Belanda(sebelum 1900,masa peralihan,sesudah1909), dan masa penjajahan Jepang hingga menjelang kemerdekaan.
2.      Periode sesudah kemerdekaan Indonesia
Sejarah pendidikan islam di Indonesia sesudah kemerdekaan terbagi dalam dua periode :
a.       Periode kemerdekan I (orde lama)
b.      Periode orde baru

D.     Sejarah dan Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia
Berangkat atas periodisasi pendidikan islam di atas, maka penulis akan membagi sejarah dan dinamika pendidikan islam di Indonesia ke dalam dua garis besar
1.      Periode sebelum kemerdekaan Indonesia
Sejak Islam masuk ke Indonesia, pendidikan Islam telah ikut mengikuti pertumbuhan dan perkembangan, karena melalui pendidikan Islam itulah, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan dicapai hasilnya .Keberhasilan transmisi dan sosialisasi ajaran Islam salah satunya ditentukan oleh hadirnya lembaga pendidikan Islam, di samping melalui pendekatan politis, kultural, perkawinan, dan perdagangan. Kita mengenal Surau di Sumatera Barat, Rangkang dan Meunesah di Aceh, Langgar di Jakarata,  Tajuk di Jawa Barat, Pesantren di Jawa,dan lain-lainnya.
Pendidikan dan pengajaran agama islam dalam bentuk pengajian Al Qur’an dan pengajian kitab yang di selenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran, metode maupun struktur organisasinya sehingga melahirkan suatu betuk yang baru yang disebut madrasah.
Belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah di Indonesia. Kedatangan  Belanda di satu pihak memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi kemajuan tersebut hanyalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya. Begitu pula dengan pendidikan mereka telah memperkenalkan sistem dan metodologi baru yang tentu saja efektif, namun semua itu dilakukan untuk meghasilkan tenaga-tenaga yang dapat membantu segala kepentingan penjajah. Dan kenyataannya Belanda mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan memeras tenaga sumber daya alam dan pembdohan terhadap penduduk pribumi. Apa yang disebut sebagai emberuan pendidikan adalah westernisasi dan kristenisasi untuk kepentingan barat dan nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaak penjajahan Belanda di Indonesia yang berlangsung selama tiga setengah abad.
Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan di dunia barat, sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren.npadahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal do Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.
Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi msyarakat umum untuk memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan secara tradisional oleh kalangan islam, dan mendapat tantangan dan saingan berat dengan didirikannya sekolah Belanda yang dikelola secara modern oleh Belanda yang berisikan materi tentang keterampilan duniawi karena untuk sekolah pesantren memerlukan biaya yang tinggi. Sementara pada sekolah Belanda hanya kalangan orang-orang tertentu yang bisa mengikutinya, sedangkan pada kalangan bawah tidak bisa mendapatkan pendidikan, sehingga ada sebagian di antara rakyat Indonesia yang masih tidak bisa baca tulis, karena tidak mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan.
Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan islam. Ulama-ulama yang waktu itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi sesuai dengan iklin pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya pemberian pendidikan secara teratur di madrasah  atau sekolah. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridhodengan pembaruan di bidang sosial dan kebudayaan yang berdasarkan tradisi islam al qur’an dan hadist yang dibangkitkan kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu barat. Dengan memasukkan jiwa penggerak untuk maju ke dalam kurikulum, maka muncullah tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia yang mendirikan sekolah islam dimana-mana.
Adapun ciri-ciri pendidikan islam sebelum tahun 1900:
a.       Pelajaran diberikan satu demi satu
b.      Ilmu sorof didahulukan dari ilmu nahwu
c.       Buku pelajaran pada mulanya dikarang oleh ulama indonesia dan diterjrmahka dalam bahasa daerah setempat.
d.      Kitab yang digunakan pada umumnya ditulis tangan
e.       Pelajaran suatu ilmu hanya diajarkan dalam satu macam buku saja.
f.       Tokoh buku belum ada, yang ada hanyalah menyalin buku dengan tulisan tangan
g.      Karena terbatasnya bacaan, materi ilmu agama sangat sedikit.
h.      Belum lahir aliran baru dalam islam.

Dalam tahun 1905, pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan para guru agama islam memiliki izin khusus untuk mengajar tentang pendidikan islam. Izin ini mengemukakan secara terperinci sifat pendidikan yang dilaksanakan, dan guru agama yang bersangkutan secara periodik kepada kepala daerah yang bersangkutan.
Ciri-ciri elajaran agama pada masa peralihan(tahun 1900)
a.       Pelajaran untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secara sekaligus
b.      Ilmu nahwu didahulukan dari ilmu sorof
c.       Buku pelajaran semuanya karangan ulama islam kuno dan dalam bahasa Arab
d.      Buku-buku semuanya dicetak
e.       Suatu ilmu diajarkan dari beberapa macam buku
f.       Lahirnya aliran baru dalam islam seperti yang dibawa oleh majalah Al Manar di Mesir
Terjadinya pembaruan di Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya hubungan dengan luar negeri, melalui media masa seperti majalah-majalah yang isinya berupa motivasi untuk terus melakukan pembaruan dan membakar semangat para tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia, walaupun berbagai usaha yang dilakukan belanda agar Indonesia tidak menjalin kontak dengan luar negeri, termasuk melarang masuknya buku-buku atau majalah-majalah yang berisikan tentang ide-ide pembaruan.
Dengan demikian terlihat jelas adanya perbedaan pelaksanaan pendidikan islam pada masa peralihan dengan masa sebelum tahun 1900, di mana kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda sedang ketat-ketatnya, dan sedang gencar pempropagandakan antara golongan pribumi dengan priayi atau pejabat bahkan beragama kristen.
Pada tahun 1926 diadakan kongres islam di Bogor,yang tidak mempersoalkan peraturan 1905 lagi, karena telah diganti dengan peraturan baru yaitu ordonasi guru tahun 1925. Menurut peraturan ini,bupati tidak diperlukan untuk memberikan pelajaan agama, tetapi guru agama islam hendaklah memberitahukan kepada pejabat yang bersangkutantentang maksud mereka mngajar. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dalam formulir khusus yang diberikan oleh kepala pemerintah setempat. Guru-guru juga harus membuat daftar murid serta berbagai keterangan mengenai kurikulum dan segalanya dalam bentuk tertentu.
Selnjutnya pada tahun 1932keluar pula peraturan yang dapat membrantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah, yang disebut dengan sekolah liar. Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme islamisme pada tahun 1928 berua sumpah pemuda. Selain itu untuk lingkungan kehidupan agama kristen di Indonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi masuknya pelajaran agama di sekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama islam, maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama.
Dengan begitu banyaknya perlawanan dari berbagai pihak Indonesia secara tegas dan pasti, maka bulan Februari 1933 Belanda menarik kembali ordonasi tersebut “untuk sementara” dan menggantinya dengan sebuah keputusan yang menetapkan syarat-syarat yang lebih lunak dalam memberikan pelajaran. Dengan demikian, peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah bertujuan untuk menghambat  dan menghalang-halangi perkembangan dan pembaruan pemikiran islam di Indonesia.
Setelah Belanda angkat kaki dari bumi Indonesia, maka muncul pergerakan Jepang. Jepang tidak begitu ketatnya terhadap pendidikan islam di Indonesia, Jepang memberikan toleransi yang banyak terhadap pendidikan islam di Indonesia, kesetaraan pendidikan penduduk pribumi sama dengan penduduk atau anak-anak para penguasa, bahkan Jepang banyak mengajarkan ilmu-ilmu beladiri kepada pemuda Indonesia.
Sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan islam lebih bebas ketimbang penjajahan kolonial belanda, karena Jepang tidak terlalu memikirkan kepentingan agama.
Keadaan agak berubah, karena ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk agama Islam, maka untuk menarik simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan agama Islam.
Terlebih lagi pada awalnya, pemerintah Jepang menampakan diri seakan-akan membela kepentingan Islam yang merupakan siasat untuk kepentingan perang Dunia II. Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam Jepang menempuh beberapa kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya KUA, didirikanya Masyumi dan pembentukan Hisbullah.
Pada masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah suasta lain seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diiziankan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang.
Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama sejak sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat tidak diberikan anggaran biaya untuk guru-guru agama.
Mulai saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan di sekolah-kolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi pekerti yang didasarkan atau bersumber pada agama juga.

2.      Periode Sesudah Kemerdekaan Indonesia
a.       Orde Lama
Setelah kemerdekaan Indinesia tanggal 17 Agustus 1945, kemudian pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keeragamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan. Namun pada perkembangan selanjutnya, madrasah walaupun sudah berada di bawah naungan Depag tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.
                        Pada bulanDesember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua mentri yaitu menteri agama dan menteri pendidikan dan pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR(sekolah rakyat=sekolah dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia belum berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar jawa masih banyak yang memberikan pelajaran agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari departemen.
                        Pada tahun 1950, pendidikan agama makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud Yunus dari Depag, Mr. Hadi dari departemen P&K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951. Isinya adalah :
a.       Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV SR
b.      Di daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka endidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umunya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain  yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV SR.
c.       Di sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas,diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
d.      Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua.
e.       Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen agama.
Untuk menyemprnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH. Imam Zarkasyi dari pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.

b.      Orde Baru
Agenda awal pemerintah(menteri agama) pada masa orde baru  adalah upaya melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta tampaknya didorong oleh amino masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi ingin mendalami ajaran islam itu sendiri, namun di sisi lain berkainginan untuk sejajar dengan sekolah-sekolah umum yang sudah berstats negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga dapat memiliki peluang dan kesempatan untuk duduk dan memegang jabatan pada instansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan emasukkan mata pelajaran pendidikan agama tampaknya didorong oleh kainginan melahirkan output yang tidak “hampa” dari nilai-nilai religius.
Namun dirasakan pendidikan islam masih tersisih dari sistem Pendidikan Nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dengan dikeluarkannya SKB 3 Menteri tanggal 24 maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan islam untuk memasuki mainstream pendidikan Nasional. Kabijakan ini membawa pengaruh yang sangat besar bagi madrasah, karena :
1)      Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingakat.
2)      Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas.
3)      Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
Setelah SKB 3 Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya adalah dikeluakannya SKB Menteri P&K nomor 299/u/1984 dengan Menteri agama nomor 45 tahun 1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dam Sekolah Madrasah yang isinya antaralain adalah mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekola umum yang lebih tinggi.
Sejak dikeluarkanya SKB 3 menteri  yang dilanjutkan dengan SKB 2 Menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagaannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB di atas menimbilkan dilema baru bagi madrasah. Di satu pihak materi pengetahuan umum bagi madrasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap ilmu agama menjadi serba tanggung, sehingga untuk mencetak ulama dari madrasah merupakan suatu hal yang terlalu riskan.
Menyadari kondisi itu, pemerintah berusaha mengadakan terobosan-terobosan, sehingga muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA bersifat khusus yang kemudian dikenal dengan nama Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) yang sekarang dikenal dengan MAK.
Dalam hal kurikulum, MAPK mempunyai perbandingan 70% agama dan 30% umum, secara kurikuler dimaksudkan untuk mengembangkan program pembibitan calon0calon ulama, sehingga penyelenggaraan MAPK merupakan program intensifikasi pendidikan melalui sistem asrama dan pengambangan keahiran berbahasa Arab dan Inggris dan ditambah dengan bimbingan belajar untuk kitab kuning pada sore hari, sehingga kegiatan belajar mengajar cukup padat, baik intra maupun ekstrakulikuler.

E.      Kesimpulan
Pendidikan Islam yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah, surau, dan pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia. Pendidikan Pendidikan ketiga institusi di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi memiliki pemahaman yang sama baik secara fungsional, substansial, operasional, dan mekanikal. Secara fungsional trilogi sistem pendidikan tersebut dijadikan sebagai wadah untuk menggembleng mental dan moral di samping wawasan kepada para pemuda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara.
Sebelum masuknya penjajah Belanda, sistem pendidikan pribumi tersebut berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan agama Islam yang berlangsung secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan sesuainya model pendidikan Islam dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia saat itu. Kehidupan masyarakat terasa harmonis, selaras, dan tidak saling mendominasi.
            Hanya saja sejak masuknya bangsa penjajah baik Spanyol, Portugis, dan Belanda dengan sifat kerakusan akan kekayaan dan materi yang luar biasa menjadikan masyarakat Indonesia tercerai berai.
Pada masa penjajahan Jepang --yang merupakan Saudara Tua (karena sama-sama di benu Asia dengan Indonesia)—pendidikan tradisional mulai mendapatkan angin kemajuan. Namun, semua itu tidak ada artinya karena memang penjajahan Belanda sebagai salah satu bangsa Barat atau lebih dikenal dengan bangsa Barat telah menancapkan ideologi, politk, ekonomi, budaya, dan moralitas kepada masyarakat pribumi, maka angina segar tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian pendidikan tradisional menjadi sangat sulit untuk kemabli lagi ke posisi semual, yakni sebelum adanya penjajahan bangsa Barat.
Memasuki masa kemerdekaan pendidikan Islam masih terus berkutat dengan sistem pendidikan modern (peninggalan Belanda). Sistem pendidikan ini dipelopori oleh para tokoh pendidikan yang telah mengenyam sistem pendidikan Belanda atau Barat. Oleh karena itu, menjadi sangat masuk akal ketika sistem pendidikan nasional Indonesia berkiblat kepada sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan yang berkiblat pada sistem pendidikan Barat secara praktis dan teoritis berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Dari sinilah kemudian terjadi pemisahan antara pendidikan tradisional yang dalam hal ini bias direpresentasikan oleh pendidikan Islam dan pendidikan modern yang dalam hal ini bias direpresentasikan oleh pendidikan nasional.
Kompromi yang diambil para funding father negeri ini adalah bahwa pengabaian sistem pendidikan Islam tradisional akan sangat menyakitkan umat Islam. Mengingat jasa dan pengorbanan para ulama dan santri dari trilogi sistem pendidikan Islam tersebut di atas. Pertimbangan lainnya adalah agar umat Islam memiliki lembaga pendidkkan khusus, sehingga mayoritas penduduk Indonesia tidak mengalami kekecewaan yang luar biasa kepada pemerintah. Oleh karena itu, pada masa kemerdekaan tepatnya pada 3 Januari 1946 didirikanlah Departemen Agama yang mengurusi keperluan umat Islam. Meskipun pada dasarnya Departemen Agama ini mengurusi keperluan seluruh umat beragama di Indonesia, namun melihat latar belakang pendiriannya jelas untuk mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam sebagai mayoritas penduduk negeri ini.
Sampai pada pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru pemisahan sistem dan pengelolaan pendidikan nasional dan pendidikan Islam masih dipertahankan. Artinya adalah bahwa pengelolaan pendidikan Islam masih mengalami nasib yang tidak bagus dibanding dengan saudara mudanya, pendidikan nasional.
Demikianlah nasib perjalanan pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini masih menduduki ranngking kurang begitu bagus dibanding negara-negara lainnya. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan pada sector ekonomi menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi termarjinalkan. Padahal pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah sebuah keharusan dan keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar, khususnya bagi bangsa Indonesia. Pendidikan ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan moral yang kuat hanya akan memunculkan pemimpin-pemimpin yang berpenyakit kronis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987.
Abdullah, Taufik,  Islam dan Pembentukan Tradisi di Asia Tenggara, Jakarta: LP3ES, 1989.
Anwar, Rosihan, Demi Dakwah, Bandung: Ma’arif, 1976.
Azra, Azyumardi, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005.
Badri, Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
De Graaf,HJ & TH. Pigeaud,  Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1989.
De Graaf, HJ,  Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, Jakarta: Grafiti Pers, 1987.
Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Indonesia, Jakarta:PT.Grafindo Persada,1996
Machmud, Anas, Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Sumatera, Semarang: Al-Ma’arif, 1989.
Munawwir, Imam, Kebangkitan Islam dan Tantangan-Tantangan yang dihadapi dari Masa ke Masa, Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Nata, Abudin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.
Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1992.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:Kencana, 2009.
S, Quthub, Islam dan Masa Depan, Kuait: Salmiyah, Box 631.
Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel, Pengantar Studi Islam, Surabaya: Sunan Ampel Press, 2010.
Tjandrasasmita, Uka, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:Hida Agung,1985.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:Bumi Aksara,1997.