Cari Blog Ini

Selasa, 22 November 2011

Urgensi Pancasila dalam Era Moderenisasi

Urgensi Pancasila dalam Era Moderenisasi Bumi Pancasila itulah sebutan bagi negara Indonesia. Bisa kita katakan sebagai bumi Pancasila disebabakan tidak ada satu pun jalan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sah di Bumi Pertiwi Indonesia kecuali sesuai dan sejalan dengan Pancasila. Dijadikannya Pancasila sebagai landasan ideal bagi bangsa Indonesia dan ditempatkannya teks Pancasila dalam pembukaan UUD 1945, menimbulkan dampak besar dalam seluruh segi kehidupan bangsa Indonesia. Tidak hanya berdampak yuridis, tapi juga filosofis dan sosiologis bagi seluruh elemen bangsa Indonesia Secara yuridis Pancasila menjiwai UUD 1945 yang merupakan landasan konstusional bangsa Indonesia. Sebagai landasan konstutisional, UUD 1945 haruslah semua bentuk peraturan hukum di bawahnya sejalan dan seirama dengan apa yang diinginkan untuk dicapai oleh UUD 1945. Dari sudut pandang yuridis hal ini bisa kita wujudkan dengan sinkronisasi segala bentuk peraturan perundang-undangan di bawah UUD agar maksud dan tujuan Pancasila dapat tercapai melalui bentuk penjabaran norma-norma hukum. Namun, sinkronisasi jiwa Pancasila yang dijabarkan dalam norma- norma hukum itu masih menyimpan banyak persoalan tentang eksistensi Pancasila dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia. Sebagai suatu norma kita akui Pancasila haruslah menjadi pedoman bagi segala bentuk penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Bumi Pertiwi ini. Tapi sebagai pandangan hidup adakah Pancasila masih menjadi satu kesatuan jiwa dan cara berpikir bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila kini telah tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik dan liberal. Kita sebagai bangsa tidak lagi mampu menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk menahan arus globalisasi yang membawa dampak kehidupan yang sejatinya bertentangan dengan Pancasila. Persoalan-persoalan bangsa yang tak pernah kunjung selesai adalah bentuk lunturnya Pancasila dari jiwa bangsa Indonesia. Karena semua persoalan itu sejatinya adalah persoalan yang hanya membutuhkan satu solusi saja, yaitu sebuah karakater sebagai identitas bangsa Indonesia.Sebuah karakater yang mampu menghantarkan bangsa ini ke depan gerbang kesejahteraan, dan karakater itu bernama pancasila. Kini, sebagai bangsa kita terlalu sibuk memikirkan bagaimana nilai ekspor kita meningkat, cadangan devisa bertambah, eksploitasi sumber daya alam, dan bagaimana mekanisme memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kita tidak pernah lagi berpikir untuk bagaimana membumikan Pancasila di hati anak bangsa, sehingga mereka bisa tumbuh sebagai pemegang tongkat estafet sebagai seorang Pancasilais. Perhatian kita tersita oleh persoalan-persoalan teknis yang sejatinya bisa diselesaikan secara mudah asal kita sebagai bangsa punya pendirian. Pancasila kini hanya dijadikan sebagai bacaan wajib dalam setiap upacara, bacaan dan hapalan wajib dalam setiap jenjang pendidikan, tapi kita tidak pernah mewajibkan menerapkan nilai-nilainya. Masihkan kita belum menyadari mengapa dulu para founding father kita menciptakan Pancasila. Sesungguhnya para founding father kita sadar bahwa bangsa ini tidak akan pernah tenggelam dan terkucilkan dari bangsa lain selama kita punya karakter sebagai identitas sebagai bangsa. Meski kita hidup sebagai bangsa yang serbakekurangan. Sebab segala bentuk persoalan teknis pasti dapat diselesaikan dengan bijak selagi kita berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila. Kini generasi bangsa telah mulai melupakan urgensi Pancasila, kita lebih tertarik dengan kehidupan gaya barat yang hedonis dan individualistik. Kita tidak lagi memikirkan jiwa keadilan sosial dan kesejahteraan sosial yang menjadi salah satu nilai Pancasila. Korupsi, kolusi, dan nepotisme kini telah menjadi kebiasaan jika kita tidak mau berkata itu telah menjadi budaya. Banyak hal-hal yang dulunya tabu kini telah menjadi suatu hal yang biasa, karena kita tidak lagi mau mengkaji dan mengimplementasikan nilai- nilai Pancasila. Eksistensi Pancasila sebagai pandangan hidup yang bernilai filosofis dan sosiologis kini menjadi hal perlu untuk menjadi kajian generasi bangsa. Penumbuhan kembali Pancasila sebagai pandangan hidup yang tersemayam dalam jiwa manusia Indonesia adalah hal yang mendesak dan persoalan utama kita sebagai bangsa Indonesia. Jika kita tidak ingin ia hanya bernilai semantik belaka, dan hanya menjadi slogan-slogan di setiap upacara. Yang pada akhirnya kita hanya akan menjadi bangsa yang pengekor bukan pelopor di tengah globalisasi yang terus mewarnai dunia. Peringatan hari kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2010,yang bertepatan dengan pelaksanaan ibadah puasa bagi umat muslim, terasa sekali hambarnya.Apakah hal ini hanya kebetulan karena bertepatan dengan ibadah puasa yang sedang dilakukan sehingga sebagian umat muslim membatasi kegiatannya termasuk dalam rangka perayaan hari kemerdekaan ini atau karena hal lain yang lebih mengkhawatirkan yaitu rasa nasionalisme yang mulai tergerus. Untuk kedua asumsi diatas,biarlah hati kita masing masing yang menjawabnya, namun di era informasi saat ini makna dari kemerdekaan itu sendiri tidak hanya sebatas ceremonia atau uforia semata namun lebih dari pada itu tepat lagi kalau arti dari kemerdekaan itu sendiri di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dimana masing masing diri kita harus memiliki rasa kemerdekaan yang memerdekakan , baik memerdekakan hati kita dari belenggu individualisme yang saat ini menjangkiti hati masyarakat kebanyakan atau kemerdekaan yang kita isi dengan cara memerdekakan orang lain di sekeliling kita yang secara sosial dan tingkat kehidupan jauh dari pada merdeka. Kadang kala kita sering menafikan atau melupakan bahwa kita ini adalah makhluk sosial yang memiliki lingkungan dan komunitas sosial, sehingga seharusnya setiap kegiatan atau laku hidup yang kita jalani di muka bumi ini tidak terlepas dari interaksi positif baik dalam proses menerima maupun proses memberi. Kemerdekaan ini akan lebih bermakna saat kita bisa membuat masyarakat miskin ikut merasakan kemerdekaan,merdeka dari rasa lapar, merdeka dari rasa takut, merdeka dari kebodohan, merdeka dari diskriminatif, merdeka dari pembodohan dan yang terpenting merdeka dari penindasan oknum pejabat yang menggerogoti negri ini sehingga menimbulkan dampak kemiskinan dan kesulitan ekonomi, yang berimbas langsung kepada masyarakat bawah.

Jumat, 10 Juni 2011

filsafat manusia

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Pemikiran tentang hakikat manusia sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini juga belum berakhir dan mungkin tak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia itu dari berbagai sudut pandang. Ada yang menyelidiki manusia dari segi teori yaitu epistimologi, adapula yang menyelidiki dengan sudut pandang hakikat yaitu ontologi. Sedangkan yang menyelidiki manusia dari sisi manfaat yang disebut aksiologi.

Memikirkan dan membicarakan hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang manusia itu sendiri, yaitu apa dari mana dan mau kemana manusia itu.

Oleh karena itu pada makalah ini kami akan membahas tentang hakikat manusia dalam filsafat islam yang meliputi teori penciptaan manusia, hakikat manusia diciptakan dan manfaat eksistensi manusia di bumi, dipandang dalam kaca mata lima tokoh filosof islam yakni diantaranya: Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali ( di kawasan timur) dan Ibnu Rusyd ( di kawasan barat).

Semoga dengan pembhasan ini dapat menambah wawasan bagi kita dalam memahami hakikat diri kita sebagai manusia di muka bumi ini.





B. Rumusan Masalah

1. Hakikat penciptaan manusia (Ontologi) dalam perspektif lima tokoh filosof islam.
2. Teori penciptaan manusia (Epistemologi) dalam perspektif lima tokoh filosof islam.
3. manfaat penciptaan manusia (Aksiologi) dalam perspektif lima tokoh filosof islam.

C. Tujuan
1. Hanyalah semata-mata mengharap RidhoNYA.
2. Mengetahui dan memahami terkait masalah manusia dalam pandangan lima tokoh filosof islam yang ditinjau dari aspek epistemologi,ontologi dan aksiologi.
3. Sebagai media pembelajaran demi terwujudnya insan kamil.

















BAB II
PEMBAHASAN

A. ASPEK ONTOLOGI
Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia .

Unsur jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat ) manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168
 ••                
yang artinya “ Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dari bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena sesungguhnya syuetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “

Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai daya pikir untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini .

Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 29
         
yang artinya “ Tatkala aku telah menyempurnakan kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya ruhku.kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud “
Dalam hal ini muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia menjadi satu kesatuan .
Al-Kindi dan Al-Farabi memandang manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jiwa yang bersifat imateri dan tubuh yang merupakan campuran dari tanah, air, udara dan api. Di dalam salah satu tulisan mereka, dikatakan bahwa masuknya jiwa ke dalam tubuh merupakan hukuman kepada jiwa yang telah melakukan pelanggaran (melanggar larangan Tuhan, seperti dalam kisah Nabi Adam a.s. dan pasangannya, Hawa). Karena pelanggaran itu, jiwa diusir dari surga, yakni alam rohani dan harus turun ke bumi, masuk ke dalam tubuh. Dengan hukuman itu, jiwa yang mulanya memiliki pengetahuan yang banyak secara aktual, setelah memasuki tubuh, menjadi lupa sama sekali dengan pengetahuannya, dan jadilah pengetahuan itu terdapat dalam jiwa secara potensial saja. Dengan bantuan tubuh dan panca indera tubuh sebagai alat jiwa, secara berangsur-angsur jiwa manusia dapat memiliki kembali pengetahuan secara aktual.
Seperti halnya dengan Al-Kindi dan Al-Farabi, menurut Ibn Sina manusia pada tahap fenomenal terdiri dari jasad dan nafs. Korelasi antara nafs dan jasad bersifat interaksionis, dalam arti masing-masing saling memerlukan. Hanya saja jika nafs telah menjadi sedemikian kuat, ia dapat mempengaruhi jasad dengan sangat luar biasa. Sementara itu dalam tahap transendental, nafs dengan segala potensinya tetap kekal abadi biarpun jasad mengalami kehancuran ketika tahap ini dimulai. Manusia menjadi suatu entitas yang tak terbagi yang tidak lagi memerlukan jasad materi dalam tahap transendentalnya. Penolakan Ibn Sina terhadap adanya kebangkitan jasmani menimbulkan pertentangan pemikiran filosofis. Pertentangan ini memperoleh dimensi baru dalam perspektif kajian fisika moderen yang telah membuktikan tidak adanya perbedaan substansial antara materi dan immateri.
Menurut Ibn Sina antara jasad dan nafs memiliki korelasi sedemikian kuat, saling bantu membantu tanpa henti-hentinya. Nafs tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad. Begitu tahap ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad, bagaikan nakhoda (al-rubban) begitu memasuki kapal ia menjadi pusat penggerak, pengatur dan potensi bagi kapal itu. Jika bukan karena jasad, maka nafs tidak akan ada, karena tersedianya jasad untuk menerima, merupakan kemestian baginya wujudnya nafs, dan spesifiknya jasad terhadap nafs merupakan prinsip entitas dan independennya nafs. Tidak mungkin terdapat nafs kecuali jika telah terdapat materi fisik yang tersedia untuknya. Sejak pertumbuhannya, nafs memerlukan, tergantung, dan diciptakan karena (tersedianya) jasad. Dalam aktualisasi fungsi kompleknya, nafs mempergunakan dan memerlukan jasad, misalnya berpikir yang merupakan fungsi spesifiknya tak akan sempurna kecuali jika indera turut membantu dengan efeknya.
Ibn Sina mengemukakan beberapa alasan untuk mendukung pendiriannya bahwa nafs memiliki eksistensi sendiri, tidak inheren dan sebentuk dengan jasad. Pertama Dalil Natural-Psychology, suatu dalil yang berpijak pada perlawanan terhadap gerak natural (pembawaan), dan dalil berikutnya yang berpijak pada capaian pengetahuan (idrak). Di antara berbagai gerak, terdapat suatu gerak yang melawan hukum alam (kajian moderen menyebut gravitasi) : manusia berjalan, burung terbang. Gerak demikian menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur-unsur benda yang bergerak, yakni nafs. Idrak tidak dimiliki semua makhluk, tetapi hanya dimiliki oleh sebagiannya saja. Ini menunjukkan adanya kekuatan pembeda antara sebagian dan sebagian yang lain. Kekuatan pembeda tersebut ialah nafs.
Kedua Dalil Istimrar (continuity) suatu dalil yang menyatakan bahwa berbeda dengan jasad yang mengalami perubahan (dengan kematian serta lahirnya sel-sel baru, menurut bahasa kajian moderen), nafs tidak pernah mengalami perubahan dan pergantian seperti itu. Demikian Ibn Sina dalam risalahnya yang disebut oleh Ahwani.
Ketika Manusia Terbang, suatu dalil yang menyatakan bahwa andaikata orang yang secara organik sempurna berada di angkasa dalam keadaan mata tertutup tidak mengetahui apa-apa, tidak merasakan sentuhan apapun – termasuk dengan anggota badan sendiri – ia tetap yakin terhadap eksistensi dirinya. Dalam keadaan seperti itu jika ia menghayalkan adanya tangan atau anggota tubuh lainnya, maka ia tidak akan menghayalkan sebagai bagian atau syarat bagi eksistensi dirinya. Ini membuktikan bahwa wujud nafs itu berbeda dengan, bahkan bukan jasad.
Serupa dengan Ibnu Sina, Ibn Rusyd juga lebih banyak menjabarkan tentang aktivitas jiwa yang berkorelasi dengan tubuh. Salah satu konsep yang akan kita jabarkan adalah panca indera. Karena di dalamnya kita bisa langsung menangkap bagaimana tubuh pun mempunyai peran dan berkorelasi dengan jiwa.
Mengenai panca indera, Ibn Rusyd menjabarkan bahwa panca indera itu adalah indera pengelitahan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan terakhir peraba. Pengelihatan berfungsi menerima makna secara bebas dari akal potensial, yang bagaimanapun merupakan makna-makna yang bersifat individual. Daya pengelihatan mempersepsi dengan menggunakan perantara transparansi .
Pendengaran. Intinya bahwa dengan menggunakan pendengaran manusia mampu menangkap suara-suara yang muncul akibat benturan dari benda-benda keras. Udara yang bergerak akibat benturan dari benda keras sampai ketelinga. Udara tersebut kemudian menggerakkan udara yang ada dalam telinga sebagai bagian dari tubuh yang berfungsi sebagai alat pendengaran.
Indera Penciuman. Bagian dari fungsi tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap bau. Indera ini membutuhkan air dan udara sebagai perantaranya. Seperti halnya Aristoteles, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa penciuman manusia lebih lemah daripada hewan.
Indera pengecapan (perasa). Sebuah daya untuk menangkap rasa sesuatu. Kerjanya dengan meletakkan objek di atasnya.
Indera peraba. Sebuah daya jiwa yang menggunakan tubuh untuk mengenali objek. Daya yang mengalami kesempurnaan karena berbagai hal yang diraba.
Seperti halnya dengan Ibnu Sina, Ibn Rusyd juga menentang pendapat dari Al-Ghazali. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa tidaklah benar apa yang dikatakan oleh Al Ghazali bahwa para filsuf menolak kebangkitan jasmani. Pandangan Ibn Rusyd mengenai hidup setelah kematian ini banyak mendasarkan diri pada ajaran-ajaran agamanya. Bagi Ibn Rusyd keimanan mengenai kebangkitan jasmani merupakan sebuah keharusan.
Pendasaran untuk hal ini menyangkut ajaran agamanya mengenai amal dan keutamaan-keutamaan dari seseorang sepanjang masa hidupnya. Seseorang yang selama hidupnya mempunyai keutamaan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama, salat,berkurban akan memperoleh balasan saat di akhirat nantinya. Dalam hal ini filsafat membantu seseorang untuk memberikan cara mencapai kebahagiaan kepada manusia yang berpikiran tinggi.
Menurut Al-Ghazali, gambaran Al-Quran dan hadits Nabi SAW tentang kehidupan di akhirat bukanlah mengacu pada kehidupan rohani saja. Akan tetapi, pada kehidupan yang bersifat rohani dan jasmani. Jasad dibangkitkan dan disatukan dengan jiwa-jiwa manusia yang pernah hidup di dunia untuk merasakan nikmat surgawi yang bersifat rohani-jasmani dan merasakan azab neraka yang juga bersifat rohani-jasmani. Kehidupan di surga dan neraka yang bersifat rohani-jasmani itu, menurut Al Ghozali, bukanlah sesuatu yang mustahil. Oleh karena itu, gambaran Al quran dan hadis Nabi saw haruslah difahami secara hakiki saja. Pemahaman bahwa kehidupan di surga dan neraka bersifat rohani saja, Al Ghazali berpandangan bahwa yang akan dibangkitkan itu adalah jasmani. Ia berkata:
“Tidaklah bertentangan dengan seluruh keyakinan muslim, keyakinan mereka yang mengatakan bahwa badan jasmani manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat, tetapi hanya jiwa yang terpisah dari badan yang akan diberi pahala dan hukuman, dan pahala atau hukuman itu pun akan bersifat spiritual dan bukannya bersifat jasmaniah. Sesungguhnya, mereka itu benar di dalam menguatkan adanya pahala dan hukuman yang bersifat spiritual karena hal itu memang ada secara pasti, mereka menolak adanya pahala dan hukuman yang bersifat jasmaniah dan mereka dikutuk oleh hukum yang telah diwahyukan dalam pandangan yang mereka nyatakan itu ”
Pemahaman secara hakiki, menurut akal mereka mustahil. Oleh karena itu, gambaran tersebut haruslah difahami secara majazi. Penggambaran Tuhan tentang alam atau akhirat secara jasmani atau materi, mereka fahami sebagai upaya materialisasi terhadap hal-hal yang bersifat spiritual dan itu adalah upaya yang layak. Penggambaran seperti itu adalah bijaksana .
Sebenarnya, bukan hanya filusuf muslim yang sulit memahami kehidupan alam kubur atau akhirat secarara rohani jasmani, melainkan juga mereka yang bukan filusuf. Karena tidak mudah difahami secara rohani-jasmani, muncul pemahaman dari kalangan sufi bahwa alam kubur atau akhirat itu adalah alam rohani semata. Jasad-jasad yang ada pada alam kubur atau akhirat itu juga bersifat rohani, bukan bersifat jasmani atau materi.





B. Aspek Epistemologi
Orang-orang yang beriman sepenuhnya menyadari bahwa dirinya diciptakan ALLAH SWT, melalui proses yang sama dan tidak berbeda antara satu dengan yang lain. Proses kejadian manusia itu bersifat universal, dan berdasarkan iman diakui kebenaran bahwa nabi Adam AS yang bersifat istimewa proses penciptaannya . Firman ALLAH SWT dalam surah shad ayat 7 yang menjelaskan
          
7. Kami tidak pernah mendengar hal Ini dalam agama yang terakhir Ini (mengesakan Allah), tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan,


Berikutnya di dalam surah Al-Hijr ayat 26 ALLAH SWT berfirman

       • 
26. Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.



Sedangkan di dalam surah yang sama ayat 28 dipertegas lagi sebagai berikut
           • 
28. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk,


Kemudian didalam firmanNYA surah Al-A’raaf ayat 11 dijelaskan bahwa:

                
11. Sesungguhnya kami Telah menciptakan kamu (Adam), lalu kami bentuk tubuhmu, Kemudian kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", Maka merekapun bersujud kecuali iblis. dia tidak termasuk mereka yang bersujud .



Dari firman-firman ALLAH SWT tersebut di atas jelas bahwa Nabi Adam AS diciptakan langsung tanpa perantaraan seorang ayah dan ibu. Diciptakan dari tanah, sebagai bukti ke Maha KuasaanNYA sebagai maha pencipta.
Manusia lain yang diciptakan ALLAH SWT secara langsung adalah Hawa, sebagai istri Nabi Adam AS dan ibu dari semua manusia. Kemudian dari keduanya menghasilkan sangat banyak manusia, hingga akhir zaman kelak. Sedangkan yang lainnya melalui perantaraan bapak dan ibu .
Kajian Ibn Sina tentang manusia sampai pada kesimpulan bahwa manusia tersusun dari jasad dan nafs. Jasad manusia – sebagaimana jasad tumbuh-tumbuhan dan jasad hayawan – terdiri dari empat unsur : api, udara, air, dan tanah kering. Perbedaan proses formulasi dan perbedaan pengaruh potensi astronomik (al-quwa al-falakiyat) menyebabkan perbedaan antara jasad manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, dan sekaligus menyebabkan perbedaan tingkat nafs yang memberi kesempurnaan primer pada masing-masing jasad tersebut. Nafs itu sendiri bukan muncul dari proses formulasi unsur-unsur jasad, tetapi berasal dari sumber luar.
Memperhatikan pandangan filosofis Ibn Sina di atas tampak bahwa ia tergolong pengikut paham dualisme (ithnainiy), sebagaimana pula Aristoteles, Plato, al-Kindi, dan al-Farabi. Sekalipun demikian terdapat pula perbedaan di antara mereka. Bagi Plato, nafs berasal dari dunia ide yang oleh karena itu merupakan substansi immateri yang berbeda dengan jisim . Aristoteles menyatakan bahwa baginya nafs adalah forma bagi jisim yang keduanya membentuk kesatuan esensial yang tidak dapat dipisahkan.
Sementara itu al-Kindi sebagaimana dikemukakan oleh Fakhuri menyatakan bahwa kita datang di alam ini bagaikan penyeberang titian atau jembatan, tidak mempunyai tempat permanen. Kita berharap tempat permanen kita ialah alam tinggi yang luhur yang ke sanalah jiwa kita berpindah sesudah mati. Pernyataan al-Kindi ini jelas tidak memberikan jawaban darimana nafs itu datang, walaupun pernyataannya menunjuk alam tinggi lagi luhur (al-‘alam al-a’la al-sharif) sebagai tempat jiwa kita berpindah sesudah mati. Memang pernyataan tersebut menunjuk adanya keterasingan ketika kita berada di dunia ini, tetapi sekali lagi tetap tampak tidak jelas darimana berasal. Tampaknya dalam hal ini, al-Kindi tidak dapat menentukan sikap berhadapan dengan pemikiran filosofis Plato atau Aristoteles seperti dikemukakan di atas. Persoalan ini menjadi jelas dalam pemikiran filosofis al-Farabi ketika ia mengatakan : “ anna ruhak min amr rabbik wa badanak min khalq rabbik”. Di samping pernyataan ini, al-Farabi juga menyatakan bahwa jiwa-jiwa di bumi (al-anfus al-ardliyat) itu berasal dari pancaran akal aktif (al-‘aql al-fa’’al), akal ke sepuluh yaitu pemberi forma (wahib al-suwar). Dalam hal ini tampak bahwa al-Farabi memakai dua istilah untuk jiwa : ruh dan nafs. Mungkin ia menyamakan antara kedua istilah tersebut, sehingga kedua pernyataannya di atas harus dipahami dengan jalan mengkompromikan sebagai berikut. Bahwa jiwa itu berasal dari Allah melalui pancaran akal ke sepuluh. Jika ia tidak menyamakan kedua istilah tersebut, tentunya ia bermaksud menyatakan bahwa ruh berasal dari Allah, sedang nafs berasal dari akal ke sepuluh .
Sementara itu dalam masalah asal-usul nafs tersebut, Ibn Sina memiliki dua pendapat. Ia menyatakan bahwa nafs baru terjadi setelah jasad siap menerimanya. Jasad itu sendiri merupakan alat bagi nafs. Dengan demikian bagi Ibn Sina, nafs itu tidak terdapat dalam keadaan terpisah dari jasad, lalu bertempat padanya. Dengan kata lain, nafs itu tercipta semata-mata diperuntukkan bagi suatu jasad tertentu, sehingga setiap jasad memiliki nafs yang memang spesifik baginya. Akan tetapi ia juga memiliki pendapat yang berlawanan dengan pendirian ini. Dalam hal ini ia menyebut bahwa nafs itu “habatat ilayk min al-mahall al-arfa’”, suatu pendirian yang mirip dengan teori dunia ide Plato. Menurut Ibn Sina nafs dalam jasad itu bagaikan burung yang terkurung dalam sangkar, merindukan kebebasannya di alam lepas, menyatu kembali dengan alam rokhani, alam asalnya. Setiap kali ia mengingat alam asalnya, ia pun menangis karena rindu ingin kembali.
Mengenai dua pendapat Ibn Sina yang saling berlawanan tersebut memang didapati upaya pengkompromian sebagai berikut. Bahwa nafs parsial terpancar dari nafs universal, akan tetapi nafs tersebut tidak mengaktualisasikan diri, sampai tercipta suatu jasad tertentu baginya. Hanyasaja timbul persoalan dengan adanya pernyataan Ibn Sina bahwa nafs itu turun dalam keadaan enggan untuk kemudian terbelenggu oleh jasad .
Dengan demikian tampaknya dua pendapat tersebut sulit untuk diupayakan pengkompromiannya, kecuali jika dipakai sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang pertama dari segi kajian filosofis, bahwa Ibn Sina tampaknya berusaha menyempurnakan teori Aristoteles dengan cara melepaskan nafs dari sebagai forma menjadi sebagai kamal (penyempurna) bagi badan jasmani. Sedang sudut pandang yang lain ialah dari segi tasawuf : badan kasar manusia adalah belenggu bagi kebebasan nafs menuju alam kerokhaniannya .
Menurut Al-Ghazali manusia terbagi ke dalam tiga dimensi, yaitu dimensi materi, dimensi nabati, dimensi hewani, dan dimensi kemanusiaan. Dalam tiga dimensi itu struktur jiwa manusia terdiri atas al-qalb, al-ruh, al-nafs, dan al-aql. Unsur yang empat ini mengerucut pada satu makna yakni latifah atau al-ruh al-rabbaniyyah yang merupakan esensi manusia yang memiliki daya cerap, mengetahui dan mengenal, dan sekaligus menjadi obyek pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya .
Menurut Ibnu Rusyd dalam diri manusia terdapat dua unsur yang tetap menjadi satu substansi, yaitu tubuh dan jiwa (forma dan materi). Artinya terjadi sebuah korelasi dari keduanya yang membentuk menjadi seorang manusia.jiwa sebagai suatu kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanis mempunyai sifat yang satu. Jiwa adalah sesuatu yang berilmu. Dalam kegiatan berilmu itu jiwa membutuhkan tubuh untuk wadah eksistensinya. Tubuh menangkap materi yang ada objek yang ada di luar, kemudian jiwa merenungkannya. Secara khusus melihat indera-indera dalam tubuh .
Ibn Rusyd berpendapat mengenai jiwa yang selalu dikaitkan dengan jiwa univeresal (Tuhan). Pandangan Ibn Rusyd tentang tubuh dan jiwa yang dipengaruhi oleh Aristoteles sebenarnya sangat menarik. Namun karena selalu dikaitkan dengan jiwa yang universal akhirnya membawa konsekuensi pada penyangkalan kebakaan jiwa perorangan .
Hal ini tentu saja membawa pada sebuah kontradiksi dalam diri Ibn Rusyd. Dia yang juga memegang bahwa adanya hidup setelah kematian, namun juga menolak adanya eksistensi jiwa perorangan setelah kematian. Bagaimana mungkin jiwa tidak baka, jika ternyata di akhirat dia juga mengatakan akan ada balasan bagi manusia yang melakukan kehendak Tuhan dalam agama, mempunyai keutamaan-keutamaan, dan sebagainya .

C. Aspek aksiologi
Maksud penciptaan manusia ada di muka bumi bukan karena kehendaknya sendiri. Kehadirannya itu adalah kehendak ALLAH SWT yang telah menciptakannya melalui perantaraan kedua orang tuanya. Oleh karena itu tidak seorang pun yang mempunyai untuk menjadi ada atau tidak ada, untuk lahir atau tidak dilahirkan, termasuk juga orang tuanya yang menjadi perantara penciptaannya.
ALLAH SWT melalui firman-firmanNYA berusaha menjelaskan dan menyadarkan bahwa penciptaan manusia bkanlah sesuatu yang sia-sia, sehubung dengan itu ALLLAH berfirman:
          •  
        •   
       

(36). Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?(37). Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),(38). kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,(39). Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan(.40). Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?

Dengan demikian berarti secara universal ALLAH SWT telah menetapkan tugas tertentu yang pasti dan tidak berubah-rubah dalam menciptakan manusia sejak manusia yang pertama hingga akhir zaman kelak. Untuk itu akan dinilai juga tingkat efisiensi dan efektivitas manusia melaksanakan tugas tersebut. Bagi yang melaksanakan dengan baik maka akan mendapatkan ganjaran atau pahala sesuai kualitas pekerjaannya, sebaliknya bagi yang menyia-nyiakannya akan mendapatkan siksa.
Tujuan utama manusia diciptakan ALLAH SWT difirmankanNYA secara jelas di Dalam al-qur’an:
      
56. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku .
Tujuan lain ALLAH SWT menciptakan manusia sebagai khalifah, hal ini dijelaskan dalam firmanNYA:
                     •         

30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. "
Firman lain yang menerangkan tujuan penciptaan manusia ialah:
                           

39. Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka .
Dalam menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, berarti tujuan ALLAH SWT untuk memberikan peluang kepada manusia guna mensyukuri nikmat dan karuniaNYA. Bersyukur dengan melakukan kegiatan memelihara lingkungan hidupnya, agar bumi menjadi tempat yang layak untuk dihuni.

Al-Kindī berpendapat bahwa setiap jenis predikat menunjukkan kesatuan dan keanekaragaman. Misalnya hewan, adalah salah satu genus, tetapi terdiri dari sebuah keragaman spesies. Manusia adalah satu spesies tetapi terdiri dari banyak individu dan manusia yang tunggal adalah salah satu individu dari individu-individu yang lain terdiri dari banyak bagian tubuh. Selanjutnya, ia beragurmen, keragaman itu memiliki hubungan produk integral. Satu bagian, bukanlah disebabkan oleh setiap serangkaian bagian yang lain. Berarti, harus ada penyebab luar untuk semua keanekaragaman yang integral tersebut, penyebab itu satu, eksklusif dan sepenuhnya bebas dari keragaman yang multi genus. Yang Satu itulah Yang Benar, yang tidak lain adalah Tuhan .
Wujud Tuhan itu adalah eksklusif, yang berbeda dengan yang lain. Sifat, Wujud, eksistensi dan keberadaan sama sekali tidak bisa dipahami secara penuh oleh akal manusia. Maka, baginya, untuk memahami itu semua, maka diturunkanlah Nabi, sebagai utusan Allah, yang akan menjelaskan hal-hal yang tidak mampu disingkap oleh akal manusia. Penjelasan Allah yang dibawa oleh Nabi melalui media yang dinamakan wahyu. Al-Kindī, secara jelas meyakini bahwa rasio manusia memiliki sisi kelemahan. Karena kelemahan itulah, tidak semua pengetahuan tidak bisa ditangkap oleh akal. Maka untuk membantu pemahaman yang tidak bisa dijelaskan akal maka, manusia perlu dibimbing oleh wahyu. Hanya saja, dalam aspek penjelasan sifat-sifat Tuhan, al-Kindī masih terpengaruh oleh Mu’tazilah dan Aristoteles. Hal itu misalnya, dilihat dari penjelasannya bahwa sifat-sifat Tuhan diungkapkan dengan bentuk kalimat negatif, yaitu dengan ungkapan “tidak” atau “bukan”. Bahwa Tuhan itu tidak seperti manusia
Menurut Al Ghazali tujuan manusia adalah kebahagiaan ukhrawi (as saadah al ukhrawiyah), yang biasa diperoleh jika persiapan yang perlu untuk dilakukan dalam hidup ini dengan mengendalikan sifat-sifat manusia dan bukan dengan membuangnya. Kelakuan manusia dianggap baik, jika itu membantu dalam kehidupan akhiratnya. Kebahagiaan ukhrawi adalah tema sentral ajaran para rasul dan demi menggerakkan orang kearah itulah, maka semua kitab suci diwahyukan. Karna itu, ilmu danakal adalah syarat pokok untuk mencapai kebahagiaan. Kemuliaan menurut Allah terletak pada usaha mencapai kebahagiaan ukhrawi, barang siapa yang gagal mencapainya maka lebih hina dari hewan yang hina. Karna hewan-hewan akan musnah dan orang yang gagal tersebut akan menderita dan sengsara.
Kebahagiaan ukhrawi mempunyai empat ciri khas, yakni: berkelanjutan tanpa akhir, kegembiraan tanpa duka cita, pengetahuan tapa kebodohan dan kecukupan (ghina) yang tdak membutuhkan apa-apa lagi guna keputusan yang sempurna. Tentu saja kebahagiaan yang di maksud Al Quran dan Al Hadis adalah surga, sedangkan tempat kesengsaraan adalah Neraka. Nasib setiap orang akan ditentukan pada hari kebangkitan, tetapi akibat kebhagiaan dan kesengsaraan itu akan dimulai setelah kematian. Pada haari kebangkitan, jiwa itu dikembalikn pada suatu jasad; orang yang bangkit itu akan mempunnyai badan dan jiwa, dan akan hidup abadi dalam bentuk ini.

Sebagaimana Al-Farabi, yang menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.

Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mengandung arti bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh karena itu mereka berpendapat : Tiada yang berwujud selain dari Allah swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya, sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada. Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud), dalam arti wujud bayangan bergantung pada wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada; bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang punya bayangan. Ibn Sina menyatakan bahwa nafs al-insan ialah kesempurnaan primer bagi jasad alami yang organis dari segi melakukan berbagais aktifitas yang ada dengan dasar ikhtiar fikri dan mengambil kesimpulan dengan nalar, serta dari segi mengetahui hal-hal yang universal .
Nafs disebut oleh Ibn Sina sebagai kesempurnaan karena nafs itu dipandang sebagai kamal dari segi sebagai potensi yang memberikan kesempurnaan pada persepsi serta sebagai sumber berbagai aktifitas. Demikian pula nafs yang terpisah juga disebut kamal, seperti juga nafs yang tidak terpisah. Adapun nafs disebut sebagai kesempurnaan primer dimaksudkan sebagai kausal bagi species menjadi species, sedang kesempurnaan skunder merupakan atribut pengikat pada species. Sementara itu istilah jism digunakan dalam arti genusnya bukan fisik materialnya, sedang kata thabi’iy dipakai untuk membedakan dari jisim sinaiy (artifisial), demikian penjelasan Rayyan dalam kajiannya terhadap Ibn Sina .
Ibn Rusyd dalam tulisannya yang berjudl Fil Nafsi menegaskan bahwa antara nyawa (al-Ruh) dengan jiwa (al Nafis) merupakan dua realitas yang berbeda. Namun yang menarik adalah Ibn Rusyd bahwa ketika berbicara tentang ruh, Ibn Rusyd menggunakan ayat dalam Al Quran di dalam surat al-Isra ayat 85. Isinya kurang lebih mengatakan bahwa ruh itu urusan Tuhanku. Manusia tidak diberika ilmu sedikitpun tentang itu. Kutipan penjelasn di bawah ini bisa langsung menghantar kita untuk semakin jelas mengenali apa itu jiwa :
“Jiwa berbeda dengan nyawa, dan juga dengan akal. Jiwa itu suatu zat, dan bukan suatu tubuh. Jiwa adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia. Syailul lazi yashbahu bihil insanu insianan, artinya jiwa itu sesuatu yang hidup dan berilmu dan berkodrat.”
Kutipan paragraf di atas seolah ingin menekankan bahwa kegiatan jiwa lebih pada seputar kegiatan berpikir. Hal tersebut yang kemudian membuat Ibn Rusyd mendeskripsikan jiwa sebagai suatu kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanis. Disebut alamiah dan mekanistik dengan tujuan ingin membedakan dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang berasal dari perilaku dan emosi. Makna kesempurnaan ini pun ingin juga mengarahkan pada keberagaman dari bagian jiwa, seperti jiwa nutrisi, jiwa sensorik, jiwa khayalan, jiwa hasrat dan jiwa rasional. Definisi tersebut sebenarnya sudah dipakai oleh Aristoteles dalam mendeskripsikan jiwa.




















BAB III
KESIMPULAN
Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia.
Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai daya pikir untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.
Orang-orang yang beriman sepenuhnya menyadari bahwa dirinya diciptakan ALLAH SWT, melalui proses yang sama dan tidak berbeda antara satu dengan yang lain. Proses kejadian manusia itu bersifat universal, dan berdasarkan iman diakui kebenaran bahwa nabi Adam AS yang bersifat istimewa proses penciptaannya.
Maksud penciptaan manusia ada di muka bumi bukan karena kehendaknya sendiri. Kehadirannya itu adalah kehendak ALLAH SWT yang telah menciptakannya melalui perantaraan kedua orang tuanya. Oleh karena itu tidak seorang pun yang mempunyai untuk menjadi ada atau tidak ada, untuk lahir atau tidak dilahirkan, termasuk juga orang tuanya yang menjadi perantara penciptaannya.
Dalam menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, berarti tujuan ALLAH SWT untuk memberikan peluang kepada manusia guna mensyukuri nikmat dan karuniaNYA. Bersyukur dengan melakukan kegiatan memelihara lingkungan hidupnya, agar bumi menjadi tempat yang layak untuk dihuni.

DAFTAR PUSTAKA
Nawawi Hadari, 1993.Hakekat Manusia Menurut Islam Usana Offset Printing
Islam Syarif, M.M. 2004. Aliran-Aliran Filsafat Bandung: Nuansa Cendekia.
http://hankkuang.wordpress.com/2008/12/07/al- farabi -1126-1198-m/, Diakses pada Tanggal 19 Mei 2010, Pukul 19.30 WIB
Nasution, Hasyimsah, M.A, 1999 Filsafat Islam” Gaya Media Pratama, Jakarta
Kusno Sudaryanto,1993 Sinkritisme Filsafat dan Agama menurut Ibnu Rusyd, Surabaya : ALPHA
Yunasril Ali,1990 Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Ja’far Soedjarwo,1990 Al Janibul Illahi, Surabaya: Al-Ikhlas
Aristoteles, De Anima, 1978 terjemahan Inggris oleh D.W. Hamlyn, Oxford : Clarendon Press
Fakhuri, Hana al. Dan Khalil al-Jarr, 1958 Tarikh al-Falsafat al-‘Arabiyah, Beirut : Dar al-Ma’arif
Muhammad ‘Ali Abu Rayyan, 1967 al-Falsafat al-Islamiyat,Iskandariyah : al-Dar al-Qaumiyah
Sibawaihi, 2004 Eskatologi Al-Ghazali dan Fazlur Rahman,Yogyakarta: Penerbit
Dedi Supriyadi, 2009 Pengantar Filsafat Islam, CV. Pustaka Setia: Bandung http://miklotof.wordpress.com/2010/09/12/manusia-dalam-konsep-filsafat-ibn-sina/ 14 Mei 2011
Fakhuri, Hana al. dan Khalil al-Jarr. 1958 Tarikh al-Falsafah al-‘Arabiyyah. (Dar al-Ma’arif:Beirut
A.F.Ahwani. 1952 Ibn Sina Risalat fi Ma’rifat al-Nafs al-Natiqat wa Ahwaliha.Dar al-Ma’arif:Kairo

Sabtu, 09 April 2011

HAL-HAL YANG DILARANG BAGI ORANG YANG BERHADAS

FIQIH 1
HAL-HAL YANG DILARANG BAGI ORANG YANG BERHADAS



Disusun Oleh :
Ahmad Fiqih Ahsani Zaim (D31210103)



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH SURABAYA
PENDIDKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2010

HAL YANG DILARANG BAGI ORANG YANG BERHADAS
A. Pengertian Hadats
Hadats dari segi bahasa bererti sesuatu yang datang atau berlaku. Hadats berasal dari kata "حدث" yang artinya suatu peristiwa, kotoran, atau tidak suci. Menurut istilah syariat Islam ialah keadaan tidak suci seseorang sehingga menjadikan tidaknya sahnya dalam melakukan suatu ibadah tertentu.
Dari pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa hadats ialah suatu keadaan yang bersifat abstrak pada diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut tidak dapat menghadap kepada Allah dan melakukan ibadah tertentu.

Hadats dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hadats Kecil
Hadats kecil ialah suatu keadaan yang bersifat abstrak pada diri seseorang yang menyebabkan orang diwajibkan berwudlu agar dapat melakukan ibadah tertentu.
2. Hadats Besar
Hadats besar ialah suatu keadaan yang bersifat abstrak pada diri seseorang yang menyebabkan orang diwajibkan mandi agar dapat melakukan ibadah tertentu.


B. Hal Yang Dilarang Bagi Orang Yang Berhadats

1. Hadats Kecil
Orng yang berhadats kecil dilarang melakukan :
a. Shalat
ومن أحدث حرمت عليه الصلاة لقوله صلى الله عليه وسلم لا يقبل الله صلاة بغير طهور
Dan barang siapa yang berhadats diharamkan baginya untuk salat, berdasarkan sabda Rasul SAW : “Allah tidak menerima salat seseorang tanpa suci”

عن ابي هريرة ر.ع.قال :قَال النبيُّ ص.م.لاَيُقْبَلُ اللهُ صلاةَ احدِكُمْ اذا احْدَثَ حتّي يتوضأَ (رواه البخار و مسلم)
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akn menerima salat seseorang yang telah berhadats hingga ia berwudlu kembali.” (HR Buchari dan Muslim)
b. Tawaf
ويحرم عليه الطواف لقوله صلى الله عليه وسلم الطَّوَافُ بالبَيْتِ صلاةٌ
dan diharamkan (orang yang berhadats) tawaf berdasarkan sabda Rasul SAW : “Tawaf di baitullah itu sama dengan salat”

c. Memegang dan menyentuh mushaf
ويحرم عليه مس المصحف لقوله تعالى
{ لا يَمَسُّهُ إلا المُطَهَّرُونَ }
Dan diharamkan (bagi orang yang berhadats) memegang mushaf, berdasarkan firman Allah SWT :“ Tidak boleh menyentuh (Qur’an) kecuali orang-orang yang suci. (Al Waqi’ah : 79)”

عن عمر بن حزام رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا تَمَسُّ القرآنَ إلّا وأنتَ طَاهِرٌ
Dari Umar bin Hizam Radliallahu ‘Anhu : sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda : “jangan kau menyentuh Al-Qur’an kecuali kau dalam keadaan suci.”

2. Hadats Besar
Sebab hadath besar adalah junub, keluar haidh atau nifas, dan bersenggama.

a. Apabila seseorang berhadats besar kerana berjunub, maka dia diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
1) Shalat
ومن أحدث حرمت عليه الصلاة لقوله صلى الله عليه وسلم لا يقبل الله صلاة بغير طهور
Dan barang siapa yang berhadats diharamkan baginya untuk salat, berdasarkan sabda Rasul SAW : “Allah tidak menerima salat seseorang tanpa suci”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah .” (QS. Al-Maidah: 6)


43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.(QS AnNisa’ ayat 43)

2) Tawaf
ويحرم عليه الطواف لقوله صلى الله عليه وسلم الطواف بالبيت صلاة
dan diharamkan (orang yang berhadats) tawaf berdasarkan sabda Rasul SAW : “Tawaf di baitullah itu sama dengan salat”

3) Menyentuh dan memegang mushaf
ويحرم عليه مس المصحف لقوله تعالى
{ لا يمسه إلا المطهرون }
Dan diharamkan (bagi orang yang berhadats) memegang mushaf, berdasarkan firman Allah SWT :“ Tidak boleh menyentuh (Qur’an) kecuali orang-orang yang suci. (Al Waqi’ah : 79)”

روى حكيم بن حزام رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لا تمس القرآن إلا وأنت طاهر
diriwayatkan Hakim bin Hizam Radliallahu ‘Anhu : sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda : “jangan kau menyentuh Al-Qur’an kecuali kau dalam keadaan suci.”

4) Membaca Al-Qur’an
عنِ ابنِ عمر ر.ع. انَّ النَّبيَص.م. قال : لايَقْرَأْ الجُنُبُ ولا الحَاءضُ شَيْءًا من القرأنِ.
Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Tidak boleh membaca suaiu ayat alqur’an bagi orang junub dan tidak pula bagi perempuan-perempuan yang haid.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)

قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَ بِى طَالِبٍ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص.يُقْرِأُناَ اْلقُرْأَنَ عَلىٰ كُلِّ حَالٍ مَالَـمْ يَكُنْ جُنُبًا – روه اءحمد وابوداود وابن مجه والنسائى والترمذى
Telah berkata Ali bin Abi Thalib : Adlaah Rasulullah SAW sering membacakan Al-Qur’an bagi kami di setiap saat sedang beliau tidak dalam keadaan junub. [HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah dan Timidzi. Ia berkata : Hadis ini hasan sahih]


قَالَ عَلِيُّ : قَالَ النَّبِيُّ ص. إِقْرَأُوْاالْقُرْأٰنَ مَالَمْ تُصِبْ أَحَدَكُمْ جَنَابَةُ فَإِنْ أَصَابَتْهُ فَلاَ وَلَوْ حَرْفًا – الدرقطنى
Ali berkata: Nabi SAW pernah bersabda :”Bacalah Al-Quran selama seseorang dari kamu tidak dalam keadaan janabat, maka apabila dalam keadaan janabat tidak boleh – membacanya – walaupun satu huruf. [HSR Daruquthni]


قَالَ عَلِيُّ : رَأَيْتُ رَسُلُ اللهِ ص. : تَوَضَّأَ ثــُمَّ قَرَأَ شَيْأً مِنَ الْقَرْأٰنِ هكَذٰا لِمَنْ لَيْسَ بــِجُنُبٍ فَأَمَّا الْجُنُبُ فَلاَ وَلَوْ أٰ يَةً
Ali berkata : Saya pernah melihat Rasulullah SAW berwudhu, kemudian beliau membaca sebagian dari Al-Quran sambil bersabda : Demikian ini (membaca Al-Quran) adalah bagi orang yang tidak berjunub, sedang bagi yang junub tidak boleh –membacanya – walau pun satu ayat.







5) Berdiam diri di dalam masjid
عن عَاإشَةَ ر.ع. قَالتْ : قال رسول اللهِ ص.م. نِّي لااُحِلُّ المَسخِدَ الحَاءِضِ ولاجُنُبٍ
Dari Aisyah ia berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda,” Sesungguhnya aku tidak membolehkan masjid bagi orang yang haid dan tidak pula bagi orang yang junub.” (HR. Abu Dawud)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi..”(QS. An-Nisa’: 43)

b. Apabila seseorang berhadath besar kerana keluar haidh dan nifas, maka dia diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
1) Shalat
عَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا: أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ دَمَ الحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلاةِ، فَإِذا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ، وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِمٍ
Dari Aisyah ra berkata, Fatimah binti Abi Hubaisy mendapat darah istihadha, maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya, Darah haidh itu berwarna hitam dan dikenali. Bila yang yang keluar seperti itu, janganlah shalat. Bila sudah selesai, maka berwudhu’lah dan lakukan shalat.(HR. Bukhari)

2) Puasa
وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: أَلَيْسَ إِذا حَاضَتِ المَرْأَةُ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ، قُلْنَ : بلى, فَذلكَ مِنْ نُقْصَانِ.

Dari Abi Said Al-Khudhri ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bukankah bila wanita mendapat haidh, dia tidak boleh shalat dan puasa? Perempuan-perempuan itu menjawab, “ya”itulah tanda berkurangnya kewajiban agamanya.(HR. Bukhari)

3) Tawaf
وَعَنْ عَائِشةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: لَمَّا جِئْنَا سَرِفَ حِضْتُ، فَقَالَ النَّبيُّ صلى الله عليه وسلم: افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوْفِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf di sekeliling ka`bah hingga kamu suci.(HR. Bukhari dan Muslim)

4) Membaca AL-Qur’an, menyentuh, dan membawanya, sebagaimana keterangan dalam perkara hal-hal yang diharamkan ketika junub.

5) Lewat, masuk, duduk, dan beriktikaf di dalam masjid jika dikhawatirkan darahnya menetes pada masjid.
6) Bersenggama
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah : 222)

وَعَنْ أَنَسٍ رضيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ اليَهُودَ كَانت إِذا حَاضَتِ المَرْأَةُ فِيْهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: اصْنَعُوا كُلَّ شَىءٍ إِلاَّ النِّكَاحَ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ

`Dari Anas ra. bahwa orang Yahudi bisa para wanita mereka mendapat haidh, tidak memberikan makanan. Rasulullah SAW bersabda, Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan.(HR.Muslim)


وَعَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Aisyahra berkata, Rasulullah SAW memerintahkan aku untuk memakain sarung, beliau mencumbuku sedangkan aku dalam keadaan datang haidh.

7) Talak
Dalam sebuah hadits disebutkan, yang artinya :
“dari Ibnu Umar r.a.bahwasannya ia pada masa Rosulullah pernah menceraikan istrinya, ketika itu iastrinya sedang dalam keadaan haid,lalu bertanya Umar (bapaknya) pada Rosulullah SAW tentang hal itu, maka Rosululah menjawab,`Suruhlah dia merujuki istrinya itu kembali, kemudian hendaklah ia menanti istrinya itu sampai suci kembali, kemudian ia haid lagi dan suci lagi, kemudian jika dikehendakinya boleh ditahannya, dan jika dikehendakinya ia boleh ceraikan sebelum ia campuri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adapun talak ini sah jatuhnya, hukumnya haram hingga ia diperintahkan ruju’ kembali.

Jumat, 18 Maret 2011

makalah keluarga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita sebagai warga Negara harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pengertian tentang individu, keluarga, dan masyarakat yang sering kita katakan dalam keseharian kita, tetapi bagaimana kalau kita sebagai warganya tidak mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan itu semua serta menyangkut dengan problematikanya yang harus dihadapi oleh setiap individu, keluarga ataupun masyarakat. Tentu saja kita tidak dapat menamai diri kita statusnya sebagai apa, apa hanya sebagai individu, sudah berkeluarga ataupun sudah tentu hidup dalam lingkup masyarakat sekitar kita. Dan juga terpenting yaitu pengaruh individu pada lingkungan sekitar, pengaruh keluarga pada anggota keluarganya beserta fungsi-fungsinya ataupun bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatan dalam masyarakat. Selama seorang individu masih mempunyai hari esok, maka untuk dapat mengantisipasikan sikap dan pilihan-pilihan tindakannya, dipandang perlu sekali menelusuri posisinya yang diambilnya dalam usahanya memahami dirinya, orang lain, waktu, tempat dan dalam mengambil alternatif untuk hari esoknya. Dalam hal ini kita bisa melihat manusia sebagai individu yang menyadari dirinya berada dalam keluarganya, yang sekaligus merupakan jembatan timbang untuk tampil dalam lingkungan yang lebih besar dan lebih kompleks, yakni masyarakat. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan membahas masalah ini dengan tujuan agar kita dapat memahami, mengerti serta menelaah lebih jauh tentang materi yang akan kami bahas secara mendalam, untuk nantinya kita bersama-sama mengerti makna yang terkandung dalam bab “ Individu, Keluarga, dan Masyarakat”. Maka dari itu, kita akan mengkaji pengertian atau aspek-aspek lain yang berhubungan dengan bab yang telah disebut diatas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian tentang “Individu, Keluarga, dan Masyarakat ?
2. Bagaimana dimensi segi fisik dengan segi psikis dalam Individu ?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap Individu ?
4. Apa saja pengaruh, elemen pembentukan, serta fungsi dari Keluarga ?
5. Bagaimana bentuk-bentuk dan tingkatan-tingkatan dalam Masyarakat ?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah “IAD, ISD, IBD
2. Mengetahui arti atau makna dari “ Individu, Keluarga, dan Masyarakat
3. Memahami dimensi segi fisik dan psikis Individu
4. Memahami pengaruh lingkungan sekitar Individu
5. Mengetahui pengaruh, elemen pembentukan keluarga dan fungsi-fungsinya
6. Mengetahui bentuk-bentuk ataupun tingkatan-tingkatan Masyarakat


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Individu, Keluarga, dan Masyarakat

“ Individu” berasal dari kata latin, “individuum” artinya “ yang tak terbagi “. Jadi, merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu sosial padam individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Dalam ilmu sosial, individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia. Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini, dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi dari pada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri. Durkheim berpendapat bahwa keluarga lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan. Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa kelaurga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Masyarakat menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut masyarakat (Society) adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas benyak sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok. Kemudian pendapat dari Prof. M.M. Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia dengan manusia. Akhirnya Hasan Sadily berpendapat bahwa masyarakat adalah suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama. Di beberapa pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasannya Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memilki tatanan kehidupan, norma-norma, adapt-istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.

B. Dimensi Segi Fisik dan Segi Psikis dalam individu

a. Segi Fisik

Kehadiran seseorang atau individu dalam kelompok keluarga maupun kelompok masyarakat ditandai dengan wujud fisiknya. Wujud fisik sebagai bagian dari alam selalu tunduk pada alam. Wujud fisik ini tersusun dan mempunyai struktur fisika, seperti mempunyai berat, volume, dan sifat fisika lainnya. Namun, makhluk hidup mempunyai ciri sendiri dan selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Faktor-faktor ini biasanya disebut faktor kelangsungan hidup.
Tahap perkembangan biologis / fisik manusia itu menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut : (Siswanto,1988)
a. Pendapat Aristoteles :
Perkembangan fisik manusia menurut Aristoteles terjadi pada setiap masa tujuh tahun, artinya setiap kelipatan tujuh terjadi perubahan.
Tahap I : 0 th – 7 th : masa anak kecil atau masa bermain.
Tahap II : 7 th – 14 th : masa anak, masa remaja atau masa sekolah rendah.
Tahap III : 14 th- 21 th : masa remaja, atau pubertas masa peralihan dari anak menjadi
dewasa.

b. Pendapat Kretschman :
Kretschman mengemukakan 4 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia.
Tahap I : Fullung periode 1, anak kelihatan pendek dan gemuk.
Tahap II : Strecking periode I, anak kelihatan langsing.
Tahap III : Fullung periode II, anak kelihatan pendek dan gemuk kembali.
Tahap IV : Strecking periode II, anak kelihatan langsing



c. Pendapat Sigmund Freud :
Freud mengemukakan 6 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia antara lain :
Fase oral 1 : 0 th- 1 th : mulut merupakan aktivitas dinamik
Fase anak : 3 th- 5 th : dorongan dan tekanan terpusat pada pembuangan
kotoran.
Fase laten : 5 th-12 th/13 th : implus cenderung untuk ada dalam menyerap.
Fase Pubertas : 12/13 th – 20 th : implus menonjol kembali.

Faktor – faktor penunjang kehidupan manusia antara lain :
Pangan : terdiri atas zat/sumber tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
Sandang : sebagai alat adaptasi terhadap kondisi alam (iklim) yang berlainan.
Papan : usaha berlindung dari ancaman alam yang tidak bersahabat.

b. Segi Psikis

Wujud individu tidak pernah lepas dari wujud psikisnya. Wujud psikis ini bersama-sama membentuk individu. Fungsi psikis sangat berpengaruh terhadap gerak dan tingkah laku fisik, dalam arti tingkah laku dan perbuatan individu merupakan refleksi psikisnya, sedangkan tingkah laku fisik berpengaruh pada fungsi psikis. Tenaga kejiwaan yang sangat menonjol oleh Sigmund Freud disebut dengan libido seksualis. Libido seksualis ini merupakan naluri tunggal dan merupakan sumber dari semua tingkah laku dan perbuatan manusia. Libido seksualis sebagai sumber perbuatan dan tingkah laku manusia melahirkan dorongan, yaitu dorongan untuk hidup dan dorongan untuk mati. Dorongan untuk hidup menyebabkan terjadinya tindakan distruktif.
Menurut Ahmad D. Marimba (1980), tenaga kejiwaan berupa karsa, cipta, dan rasa. Karsa, meliputi kemampuan yang merupakan sumber dorongan (kekuatan) dari suatu kegiatan. Rasa, meliputi kemampuan yang memberi sifat pada kegiatan berupa keharusan, kesenangan, ketidaksenangan dan lain-lain. Cipta, merupakan kemampuan yang dapat menciptakan sesuatu dan memecahkan persoalan-persoalan, dapat mencari jalan tepat untuk sesuatu kegiatan.



C. Pengaruh Lingkungan terhadap individu

Individu sebagai bagian dari alamnya hidup bersama lingkungan alamnya, baik lingkungan material maupun lingkungan sosial. Kondisi alam yang berubah,seperti perubahan geografis, ekosistem, cuaca, maupun perubahan yang terjadi pada masyarakat secara langsung ataupun tidak menyebabkan perubahan pada individu, karena setiap individu harus beradaptasikan dengan lingkungannya. Banyak sekali pengaruh dari luar yang menyebabkan terjadinya perubahan pada individu, seperti latihan dan pendidikan, baik bersifat formal, nonformal, maupun informal. Pembentukan di sini dapat berarti perubahan sikap maupun kondisi fisik dan psikis dari sikap kurang reponsif terhadap berbagai keadaan menjadi individu responsif terhadap berbagai keadaan yang dihadapi. Pembentukan individu yang melalui pengaruh lingkungan masuk ke dalam individu ketika ia masih dalam kandungannya dengan berbagai tindakan. Untuk menjadi pribadi ini, individu dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan di sini hendaklah diartikan sebagai lingkungan fisik dan lingkungan pshikis. Dalam hubungan dengan lingkungan ini kita nanti akan melihat apakah individu tersebut menyesuaikan dirinya secara alloplastis, yaitu individu disini secara aktif mempengaruhi dan bahkan sering mengubah lingkungannya. Atau sebaliknya individu menyesuaikan diri secara pasif (autoplatis), yaitu lingkungan yang akan membentuk kepribadian individu. Dalam proses alloplatis akan sering dijumpai gejala-gejala kearah destruktif. Karena individu akan tampil sebagai “ agent of change” ia membawa bersamanya nilai-nilai baru, vitalitas dan semangat baru dalam hubungan dengan lingkungannya.
Faktor lingkungan yang sangat mendukung dan menolong kehidupan jasmani dan rohani menyebabkan individu dapat berkembang. Banyak ahli yang menyatakan bahwa individu tidak mempunyai arti apa-apa tanpa adanya lingkungan yang mempengaruhinya (Sanipal Faisal,1987). Keluarga, sebagai lingkungan sosial pertama yang secara aktif mempengaruhi individu, mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan individu. Bagi individu yang belum dapat berdiri sendiri, ketergantungannya banyak bertumpu pada kelompok ini. Pada keluarga, ketergantungan individu tidak dapat dikaitkan dengan hal dan kewajiban. Kalau orang tua memberikan bimbingan, kasih sayang, dan makanan kepada anaknya, hal itu bukan merupakan pemberian yang didasari jumlah kewajiban yang telah dilakukan anaknya. Artinya, pemberian orang tua itu bukan merupakan upah karena anaknya telah melakukan tugas-tugas yang diwajibkan oleh orang tua.

D. Pengaruh Keluarga terhadap Anggota-anggotanya

Keluarga sebagai persekutuan dan tempat individu bernaung dalamnya menjunjung tinggi prinsip kesatuan dan keutuhan untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama., karakteristik keluarga dapat diidentifisikan dengan hal-hal berikut (Dewi Sulistya, 1986):

a. Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah, atau adopsi.
b. Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah, dan mereka
membentuk satu rumah tangga (house hold).
c. Keluarga merupakan satu kesatuan orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi.
d. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum.
Menurut Abu Ahmadi (1982), ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap keluarga:
a. Status sosial ekonomi keluarga
b. Faktor keutuhan keluarga
c. Sikap dan kebiasaan Orang Tua
Di samping itu, perlu adanya kepatuhan setiap keluarga terhadap norma yang diterapkan dalam keluarga. Adanya kepatuhan ini mencerminkan tingkat penerimaan anggota keluarga terhadap pengaruh keluarga, kepatuhan itu merupakan sarana suatu hal yang sudah dianggap sudah semestinya dan kebanyakan dikuasai oleh kebiasaan. (P.J. Bouman,76)

E. Perkawinan sebagai Elemen Pembentukan Keluarga

Dari segi hukum, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan 1974)
Ahli sosiologi memandang perkawinan sebagai persatuan antarsatu orang pria atau lebih dengan seorang wanita atau lebih yang diberi kekuatan sanksi sosial, dalam suatu hubungan suami istri. (Dewi Sulistyo, 1986)
Perkawinan sebagai upaya dasar untuk pembentukan keluarga dimulai sejak pemilihan jodoh, agar pihak pria dan wanita sebagai calon suami istri dipilih orang-orang yang dapat memegang peran masing-masing dan menempati fungsinya, kewajiban dan tanggung jawab menurut bentuk keluarga yang dicita-citakan. Oleh karena itu, pemilihan jodoh difokuskan pada pemilihan orang yang dapat bekerja dan hidup bersama untuk mencapai tujuan bersama atas dasar saling pengertian. Dengan adanya perkawinan, akan lahir keturunan yang sah dan mendapat pengakuan dari masyarakat keturunan ini secara fisik dan hukum merupakan bagian dari keluarga yang sah.

F. Fungsi-fungsi Keluarga

Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan didalam atau oleh keluarga itu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci kedalam beberapa fungsi, yaitu :
a) Fungsi Biologis
b) Fungsi Pemeliharaan
c) Fungsi Ekonomi
d) Fungsi Keagamaan
e) Fungsi Sosial
Menurut William F. Ogburn, sebagaimana yang dikutip (Dwi Sulisyo, 1986) fungsi keluarga secara luas dapat berupa :
a) Fungsi Pelindung
b) Fungsi Ekonomi
c) Fungsi Pendidikan
d) Fungsi Rekreasi
e) Fungsi Agama
Merstedt mengemukakan fungsi keluarga yaitu :
a) mengatur dan menguasai impuls-impuls
b) membantu
c) menegakkan antarbudaya
d) mewujudkan status

G. Bentuk-bentuk Masyarakat dan Tingkatan-tingkatannya

Atas dasar ketergantungan seorang kepada orang lain dan untuk mencari tujuan bersama, setiap orang bekerja sama dengan orang lain. Hubungan yang terjalin antarbeberapa orang ini kemudian melahirkan kelompok orang atau masyarakat yang terjalin dalam satu ikatan. Perbedaan prinsip, nilai, kepentingan tujuan antarkelompok masyarakat melahirkan bermacam-macam bentuk masyarakat. Dari segi pengelompokannya, masyarakat terbagi atas masyarakat paguyuban (gemein schaft) dan masyarakat patembayan (gesel schaft).

1. Masyarakat Paguyuban (Gemein schaft)
Masyarakat paguyuban dapat diartikan sebagai persekutuan hidup P.J. Bouman (1976) lebih lanjut mengemukakan arti masyarakat paguyuban ini sebagai sesuatu persekutuan manusia yang diseratai perasaan setia kawan dan keadaan kolektif yang besar.
Ciri masyarakat paguyuban ini dapat dilihat dari adanya ketaatan, kesetiaan, dan kerelaan berkorban sebagaimana tang terdapat pada keluarga. Untuk mencapai tujuan mereka bersama masing-masing anggotanya rela berkorban untuk kepentingan bersama menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing sehingga keterkaitan antar keluarga menjadi sangat erat.
Hal ini membuktikan bahwa keterpisahan dalam kelompoknya sangat tidak disenanginya. Dengan demikian, individu sebagai bagian unsur dari kelompoknya, merupakan unsur cirri yang vital. Ciri-ciri masyarakat paguyuban ini diantaranya :
a. Rela berkorban untuk kepentingan bersama.
b. Pemenuhann hak tidak selalu dikaitkan dengan kapasitas pemenuhan kewajibannya.
c. Solidaritas yang sangat kokoh dan bersifat permanent.
d.
2. Masyarakat patembayan (Gessel Schaft)
Bila dibandingkan dengan masyarakat paguyuban, masyarakat patembayan mempunyai pertalian yang lebih renggang. Keterkaitan mereka hanya diletakkan pada dasar untuk mencapai tujuan bersama. Hak seseorang diberikan dengan memperhitungkan pemenuhan kewajibannya yang duberikan kepada organisasi sehingga sifat keakuan tiap individu pada masyarakat patembayan ini masih sangat menonjol, bahkan tidak jarang tiap individu masih membawa missi dan kepentingan sendiri.
Ciri masyarakat ini diantaranya:
a. Pemenuhan hak seseorang didasarkan pada pemenuhan kewajiban.
b. Solidaritas antara anggota tidak terlalu kuat dan hanya bersifat sementara.
Dengan bentuk masyarakat asal ditinjau dan keterkaitannya antara satu dan anggota lainnya.

Ditinjau dari akibat perubahan dan perkembangan yang terjadi, bentuk masyarakat dapat dikelasifikasikan pada masyarakat tradisional dan masyarakat moderen.

1. Masyarakat tradisinal
Masyarakat sebagai bentuk dari kehidupan bersama, mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan lingkungan hidupnya, baik yang berupa manusia maupun yang berupa benda. Hal ini dapat dimengerti bahwa kehidupan masyarakat tradisional sangat tergantung pada manusia lain dan kondisi alamnya. Mata pencahariannya berpusat pada sektor pertanaian dan nelayan.
Kebutuhan sandang, pangan, dan papan dipenuhi dari alam sekitarnya. Kesadaran tekhnologi yang dipergunakan oleh petani dan nelayan menyebabkan ia sangat bergantung pada kondisi alam. Oleh karena itu, perladangan berpindah-berpindah dengan menebangi hutan merupakan salah satu ciri dari masyarakat tradisional. Modal yang paling menonjol pada mereka adalah pemilihan tanah sehingga pada masyarakat tradisional banyak tumbuh tuan tanah yang mempunyai pertanian dan perkebunan. Akibat pengusaan lahan pertanian dan perkebunan oleh tuan tuan yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan masyarakat umum, lahirlah elite masyarakat yang bersistem feodal. Bagian besar dari masyarakat yang tidak mempunyai tanah harus menggantungkan penghidupannya pada tuan-tuan tanah (feodalis) sebagai buruh sehingga timbul dominasai kaum feodal terhadap kaum buruh. Kaum feodal yang menjadi tempat bergantung masyarakat banyak, dengan sendirinya menempatkan dirinya sebagai pemimpin atau tokoh masyarakat. Karena dominasinya pula, kepemimpiannya lebih bercocok pimpinan otokritas sedangkan kaum buruh hanya bersifat pasrah (bahasa jawa nrimo) atas kebijakan para penguasa.
Dalam kehidupan yang serba sederhana ini, pekerjaan-pekerjaan seperti bertani, mendirikan rumah, dan sebagainya dikerjakan bersama. Keadaan ini membentuk sikap dan hubungan yang sangat erat antarindividu. Oleh karena itu, gotong royong atau tolong menolong marupakan ciri lain dari masyarakat tradisional.




2. Masyarakat Modern
Masyarakat modern merupakan pola perubahan dari masyarakat tradisional yang telah mengalami kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ukuran kemajuan dapat terlihat pada pola hidup dan kehidupannya. Di bidang mata pencaharian, mereka tidak bergantung pada sektor pertanian semata, tetapi merambat pada sektor lain seperti jasa dan perdagangan.
Apabila masyarakat tradisional sangat bergantung pada kemurahan alam semata seperti cuaca, kesuburan tanah dan lain-lain, pada masyarakat modern masalah cuaca atau kesuburan tanah yang tidak menguntungkan dapat diantisipasi sedemikian rupa dengan mempergunakan teknologi, seperti teknologi pemupukan untuk mendapat kesuburan tanah atau green house (rumah kaca) untuk menghindari cuaca yang berubah-ubah, atau dengan hujan buatan untuk menghindari kekeringan dan sebagainya.
Untuk mempergunakan teknologi yang tepat dalam berbagai keadaan, dipilih tenaga ahli dan terampil dalam bidang tertentu karena penggunaan suatu teknologi menuntut dan memerlukan tenaga manusia dengan kualifikasi tertentu pula. Untuk itu diperlukan pendidikan khusus guna menyiapkan tenaga ahli yang terampil untuk berbagai keperluan.
Mereka yang tidak dapat aktif dalam sektor pertanian misalnya, dapat memilih bidang perdagangan atau jasa sebagai ladang tempat mata pencahariannya. Seseorang yang telah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu dapat mempergunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk kepentingan orang lain, seperti melaksanakan jasa kesehatan, konsultan, advokat, perbankan dan sebagainya. Jadi, gerakan-gerakan ekonomi pada masyarakat modern telah bergeser pada bidang-bidang yang belum dijamah masyarakat tradisional.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat.Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memilki tatanan kehidupan, norma-norma, adapt-istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
2) Wujud Fisik di tandai dengan Kehadiran seseorang atau individu dalam kelompok keluarga maupun kelompok masyarakat Wujud fisik sebagai bagian dari alam selalu tunduk pada alam. Sedangkan wujud psikis membentuk individu. Fungsi ini sangat berpengaruh terhadap gerak dan tingkah laku fisik, dalam arti tingkah laku dan perbuatan individu merupakan refleksi psikisnya, sedangkan tingkah laku fisik berpengaruh pada fungsi psikis.
3) Pengaruh lingkungan pada individu menyebabkan terjadinya perubahan pada dirinya dan pembentukannya yang melalui pengaruh lingkungan masuk ke dalam individu ketika ia masih dalam kandungan. Faktor lingkungan juga mempengaruhi jasmani dan rohaninya.
4) Keluarga mempunyai peranan penting kepada anggotanya sebagai sarana berinteraksi yang dilakukan pada tiap anggota.
5) Perkawinan sebagai jalan satunya-satunya untuk membentuk suatu keluarga
6) Fungsi keluarga secara umum adalah : Faktor Biologis, Faktor Pemeliharaan, Faktor Ekonomi, Faktor Keagamaan, dan Faktor Sosial
7) Dari segi pengelompokan masyarakat terbagi atas dua bagian, yakni Masyarakat Paguyuban dan masyarakat Patembayan. Sedangkan tingkatan-tingakatannya yang ditinjau dari perubahan dan perkembangan yang terjadi terbagi atas dua bagian juga, yakni Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Modern.



B. Saran

Kami menyarankan agar pembahasan yang ada dalam makalah ini di jadikan oleh para mahasiswa sebagai awal atau mukadimah untuk memahami dan mengkaji lebih jauh tentang tema yang terkait. Adapun yang tepenting adalah bagaimana mahasiswa menindaklanjuti tentang pembahasan-pembahasan yang telah di uraikan dalam makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Mawardi, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2009

Ahmadi Abu Drs. H, Ilmu Sosial Dasar , PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Riwu Kaho Josef, Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya, 1986

filsafat kritisisme

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Filsafat sebagai “induk segala ilmu pengetahuan” dalam hal ini adalah ilmu yang mendasari manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan maupun penemuan-penemuan baru. Pada dasarnya filsafat adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran dan menerapkan pemikiran-pemikiran itu pada segala bidang ilmu pengetahuan.
Pada umumnya makalah ini membahas tentang filsafat di barat pada zaman pertengahan atau zaman setelah abad pertengahan yaitu filsafat modern, dan khususnya membahas tentang filsafat Kritisisme Immanuel Kant. Yang mana pemikiran Immanuel Kant yakni penggabungan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris.
Menurut filsuf jerman kelahiran Konigsberg ini, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang pasti,berlaku umum,dan terbukti dengan jelas.
Pada masa ini (abad 17) cenderung menganggap sumber pengetahuan salah satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiris) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut.
2.Rumusan masalah
 Pengertian Aliran Kritsisme ?
 Sejarah Timbulnya Kritisisme ?
 Pemikiran kritisisme tentang ilmu pengetahuan ?
 Metode Berpikir Dalam Mendapatkan Ilmu ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KRITISISME
Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap faham Rasionalisme dan faham Empirisme. Yang mana kedua faham tersebut berlawanan.
Adapun pengertian secara perinci adalah sebagai berikut:
1. Faham Rasionalisme adalah faham yang beranggapan bahwa dasar semua pengetahuan itu ada dalam pikiran (berasal dari rasio/ akal). Faham ini depelopori oleh Rene Descartos (1596-1650)
2. Faham Empirisme adalah faham yang beranggapan bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia itu berasal dari indra (pengalaman) kita. Faham ini di pelopori oleh David Hume (1711-1776)
Jadi, Kritisisme adalah penggabungan dua paham yang saling berseberangan yakni rasionalisme Eropa yang teoritis “a priori” dengan empirisme Inggris yang berpijak pada pengalaman “a posteriori”. Immanuel Kant beranggapan bahwa kedua paham tersebut sama baiknya dan dapat digabungkan untuk mencapai kesempurnaan. Gagasan-gagasannya muncul oleh karena bentrokan yang timbul dari pemikiran metafisis Jerman, dan empirisme Inggris. Dari bentrokan ini Kant terpaksa memikirkan unsur-unsur mana di dalam pemikiran manusia yang telah terdapat dalam akal manusia dan unsur-unsur mana yang berasal dari pengalaman.
Menurutnya sebab-akibat tidak dapat dialami, sebagai contoh sebuah pernyataan “kuman typus menyebabkan demam tipus” bagaimana kita dapat mengetahui keadaan yang mempunyai hubungan sebab-akibat ini? Pasti jawabannya adalah setelah diselidiki oleh para ahli bahwa orang yang menderita tipus pasti terdapat kuman tipus; dan bila tidak terdapat kuman itu maka orang itu tidak akan menderita tipus. Karena, seseorang pembawa kuman tipus pasti mengandung kuman tipus, namun mungkin dia tidak menderita demam tersebut. Contoh lain adalah; jika kita melihat seekor ular kemudian kita membunuhnya, maka kita tidak akan mengatakan bahwa ular menyebabkan kita membunuh, walaupun yang demikian terjadi berulang kali. Indera hanya dapat memberikan data indera, dan data ialah yang bisa di tangkap oleh indera. Memang benar kita mempunyai pengalaman tetapi sama benarnya juga bahwa untuk mempunyai pengetahuan kita harus menembus pengalaman. Kata Kant, bagaimana hal ini mungkin terjadi? Jika dalam hal memperoleh pengetahuan kita menembus pengalaman, maka jelaslah dari suatu segi pengetahuan hal itu tidak diperoleh melalui pengalaman, melainkan ditambahkan pada pengetahuan. Di dalam putusan Sintetik-Apriori ini, “akal budi dan pengalaman indrawi di butuhkan serentak”

B.SEJARAH TIMBULNYA KRITISISME
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang filosof Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadap pernah pengetahuan akal.
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Disisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.
Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, makanah pengetahuan yang benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant mencoba mengadakan penyelesaian pertalian ini. Pada umumnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh emperisme (hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapat mencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Akhirnya, Kant mengakui peranan budi dan keharusan empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada budi (nasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul dari benda (emperisme) budi metode berpikirnya disebut metode kritik.
C.PEMIKIRAN KRITISISME TENTANG ILMU PENGETAHUAN
Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat bagian, sebagai berikut:
1. Yang analitis a priori
2. Yang sintetis a priori
3. Yang analitis a posteriori
4. Yang sintetis a posteriori
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau, yang ada sebelum pengalaman. Sedangkan pengetahuan a posteriori terjadi sebagai akibat pengalaman. Pengetahuan yan analitis merupakan hasil analisa dan pengetahuan sintetis merupakan hasil keadaan yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah Pengetahuan yang analitis a priori adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori. Pengetahuan sintetis a priori dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri dan penggabungan unsur-unsur yang tidak saling bertumpu. Misal, 7 – 2 = 5 merupakan contoh pengetahuan semacam itu. Pengetahuan sintetis a posteriori diperoleh setelah adanya pengalaman.
Dengan filsafatnya, ia bermaksud memugar sifat obyektivitas dunia dan ilmu pengetahuan. Agar maksud tersebut terlaksana orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak. Menurut Kant ilmu pengetahuan adalah bersyarat pada: a) bersiafat umum dan bersifat perlu mutlak dan b) memberi pengetahuan yang baru. Kant bermaksud mengadakan penelitian yang kritis terhadap rasio murni dan realita.
Kant yang mengajarkan tentang daya pengenalan mengemukakan bahwa daya pengenalan roh adalah bertingkat, dari tingkatan terendah pengamatan inderawi, menuju ke tingkat menengah akal (Verstand) dan yang tertinggi rasio atau buddhi (Vernunft).
Immanuel Kant menganggap Empirisme (pengalaman) itu bersifat relative bila tanpa ada landasan teorinya. contohnya adalah kamu selama ini tahu air yang dimasak sampai mendidih pasti akan panas, itu kita dapat dari pengalaman kita di rumah kita di Indonesia ini, namun lain cerita bila kita memasak air sampai mendidih di daerah kutub yang suhunya di bawah 0̊ C, maka air itu tidak akan panas karena terkena suhu dingin daerah kutub, karena pada teorinya suhu air malah akan menjadi dingin. dan contoh lainnya adalah pada gravitasi, gravitasi hanya dapat di buktikan di bumi saja, tetapi tidak dapat diterapkan di bulan. Jadi sudah terbukti bahwa pengalaman itu bersifat relatif, tidak bisa kita simpulkan atau kita iyakan begitu saja tanpa dibuktikan dengan sebuah akal dan teori. Dan oleh karena itu Ilmu pengetahuan atau Science haruslah bersifat berkembang, tidak absolute atau mutlak dan tidak bertahan lama karena akan melalui perubahan yang mengikuti perkembangan zaman yang terus maju. (mungkin Sir Issac Newton bila hidup kembali bakal merevisi teroi Gravitasinya kembali)
Pengalaman juga bersifat data-data Inderawi. Makanya Immanuel Kant mengkritik Empirisme, data Inderawi sendiri harus dibuktikan atau dicek dengan 12 kategori "a priori" rasio, baru setelah itu diputuskan sah "a priory" atau 12 kategori azas prinsipal abstrak yang dibagi menjadi 4 oleh Immanuel Kant, antara lain:
-Kuantitas (hitung-hitungan) mengandung kesatuan, kejamakan dan keutuhan.
-Kualitas (Baik dan buruk) realitas, negasi dan pembatasan.
-Relasi (hubungan) mengandung substansi, kausalitas dan timbal balik.
-Modalitas mengandung kemungkinan, peneguhan dan keperluan.

Data-data inderawi harus dibuktikan dulu dengan 12 kategori tadi, baru dapat diputuskan, itulah proses Kritisisme Rasionalis Jerman yang di ajarkan Immanuel Kant.
D. METODE BERPIKIR DALAM MENDAPATKAN ILMU
Metodelogi Immanuel Kant tersebut dikenal dengan metode Induksi, dari particular data-data terkecil baru mencapai kesimpulan Universal. Menurut Immanuel Kant, Manusia sudah mendapatkan ke 12 kategori tersebut sejak terlahir di dunia ini, Teori itu terinspirasi dari Dunia Ide Plato
Immanuel Kant juga beranggapan bahwa data inderawi manusia hanya bisa menentukan Fenomena saja. Fenomena itu sendiri adalah sesuatu yang tampak yang hanya menunjukkan fisiknya saja. Seperti benda pada dirinya, bukan isinya atau idenya. Seperti ada ungkapan "The Think in itself" Sama halnya dengan Manusia hanya bisa melihat Manusia lain secara penampakannya saja atau fisiknya saja, tetapi tidak bisa melihat ide manusia tersebut. Inderawi hanya bisa melihat Fenomena (fisik) tapi tidak bisa melihat Nomena (Dunia ide abstrak--> Plato). Cara berpikir yang demikian itu, yaitu pemikiran dengan memakai tese, antitese dan sintese.
Immanuel Kant menggabungkan dunia Ide Plato "a priori" yang artinya sebelum dibuktikan tapi kita sudah percaya, seperti konsep ketuhanan dengan pengalaman itu sendiri yang bersifat "a posteriori" yaitu setelah dibuktikan baru percaya, kata lainnya adalah kesimpulan dari kesan-kesan baru kemudian membentuk sebuah ide.

Islam di Berbagai Negara

Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Kazakhstan terpilih sebgai tempat penelitian karena memiliki kondisi geografis, historis, kultural, dan politis yang khas. Perkembangan agama di negara-negara ini dipengaruhi oleh perbedan-perbedaan tersebut. Dalam hal ini diharapkan negara-negara ini dapat memberikan lingkungan yang kontras untuk keperluan eksplorasi sosiologis riset tersebut.
Negara Indonesia (Asia Tenggara)
Indonesia adalah negara Muslim paling besar, dengan perkiraan penduduk pada tahun 1998 terdapat sekitar 200 juta, 88% merupakan kaum Muslim. Dari semua negara muslim, Indonesia adalah negara yang sedang berkembang.

Indonesia sangat berhasil dalam menyediakan pendidikan umum bagi warga negaranya. Hampir semua orang Indonesia adalah Muslim Sunni dan megikuti Madzhab Imam Syafi’i. Islam disebarkan oleh para pedagang Asia Selatan dan Arab serta kaum Sufi pada abad -13. Pekembangan yang sangatcepat pada abad ke 15 dan ke 16, dan pada abad ke 18 mayoritas penduduk Jawa dan Sumatra sudah memeluk Islam. Karena ada pengaruh Sufisme, mistisisme, merupakan bagian penting dalam pertumbuhan Islam. Orientasi keagamaan yang telah memungkinkan Islam Indonesia mengambil simbol dan metafora budaya lokal. Dan akhirnya mengakibatkan Islam di Indonesia menjadi kenyal, sinkretik, warna-warni, dan berlapis-lapis. Sebagai akibat dari pengaruh tersebut, Islam Indonesia menjadi Islam yang Konteporer dan memiliki dua tradisi yang kokoh. Keduanya diwakii oleh dua organisasi massa. Islam sufi, atau islam populer ikut mendominasi daerah-daerah pedesaan dan pesantern yang diwakili oleh oleh Nadlatul Ulama, dan skriptualis-modern yang mendominasi wilayah –wilayah perkotaan, diwakili oleh Muhammadiyah. Para ahli Islam, yang dalam budaya lokal disebut dengan kyai, menjadi simbol Islam Sufi yang populer, sementara para intelektual Muslim mendominasi adalah kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Kerangka kelembagaan Indonesia sekular didasarkan pada pemisahan yang tegas antara agama dan negara. Dalam hal ini pemerintahan Indonesia meneruskan kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Ideologi negara dikenal sebagai Ideologi Pancasila yang diberlakukan secara ketat. Sejak berdiri pada tahun 1945, negara Indonesia diperintah oleh pemerintahan yang Otoriter dan didominasi oleh tentara. Walaupun begitu ideologi negara memperoleh banyak tantangan, yang terkadang cukup militan, pemerintah Indonesia secara umum berhasil menerapkan Pancasila secara ketat..
Pakistan (Asia Selatan)
Pakistan memiliki penduduk sekitar 142 juta jiwa pada tahun 1998, adalah negara Muslim terbesar kedua di dunia. Pakistan berdiri berdiri pada tahun 1947, setelah anak benua India tersebut medeka dari Inggris yang kemudian terbelah menjadi India dan Pakistan. Pakistan didirikan sebagi tanah air yang terpisah bagi kaum Muslim di India, terdiri dari wilayah-wilayah yang mayoritas Muslim di wilayah bagian utara dan selatan. Pada tahun 1972, bagian Timur negara ini, dikenal denga Pakistan sekarang terdiri dari provinsi-provinsi Punjab, Sindh, Baluchistan dan perbatasan Barat Laut. Pakistan merupakan salah satu negara paling miskin di dunia. Berbeda dengan Indonesia, pakistan memiliki catatan pembangunan yang lambat dan tingkat buta huruf yang tinggi.
Pakistan merupakan negara yang teokratik, undang-undangnya menjelaskan bahwa Pakistan akan menjadi negara Demokratis berdasarlkan prinsip-prinsip Islam. Seperti pasal 198 dalam undang-undang menjelaskan bahwa semua hukum harus sesuai dengan ajaran Islam seperti terdapat pada Al-Quran dan Al Sunah. Sejak 1971, Islamisasi diterapkan menjadi kebijakan negara. Yang paradoks adalah adopsi kebijakan Islamisasi terbukti dengan adanya perpecahan baik secara sosial maupun politik. Pada tingkat sosio-kultural, Islam memgang peranan penting dalam kehidupan orang-orang Pakistan namun, seperti halnya di banyak negara Muslim, sektarianisme agama menjadi fakta kehidupan di Pakistan dan menjadi sumber instibilitas sosial, politik, dan kekerasan lainnya. Terdapat banyak variasi dalam cara orang mengartikulasinya. Dalam tujuan analistis orang bisa menjelaskan situasi keagamaan dan intelektual Islam di Pakistan denagn menggunakan paling tidak empat kategori yang berbeda yaitu legalistik, sufisme/ islam popular, reformis/ liberal, dan revivalis/ fundamentalis Islam. Partai keagamaan Jamaat-i-Ulema-i-Islam beserta Jamiat-e-Ulema Pakistan memegang peranan penting dalam Islam revivalis/ fundamentalis sempalan muncul namun sulit menentukan pengaruhnya.
1. Kazakhtan (Asia Tengah)
Kazakhtan adalah sebuah negeri di asia Tengah dengan penduduk sekitar 18 juta orang. Setengah penduduk Kazakhtan adalh orang Muslim, menurut perkiraan yang dibuat pada 1998, 30 % penduduk merupakan etnik Rusia (terutama Jerman dan Ukrainia )dan Asia tengah. Orang Kazakhtan merupakn orang Sunni Muslim dan pengikut Mazdhab Hanafi dalam Fiqih.
Perluasan Islam di Kazakhtan dimulai pada tahun 714 M sejalan dengan pembukaan Transixiana oleh suku Muslim Qutaibah. Namun karena gaya hidup mereka yang nomaden, Islam tidak begitu menarik dengan bagi orang Kazkhtan hingga para pendakwah Tar-tar untuk menyebarkan agama Islam di Kazakhtan agar”berbudaya”dan menjinakkan suku Kazakhtan yang cenderung pastoral dan tengah terlibat konflik dengan Kerajaanya yang sedang melebarkan kekuasaan. Cara hidup yang Nomad menyulitkan pengajaran Agama. Akibat Isam suku Kazakhtan bersifat sinkretik dan tidak Dogmatik. Namun pada abad pertengahan abad ke 18, tradisi skripturalis Islam dimulai mengakar di Kazakhtan dengan berdirinya sekolah-sekolah Al-Quran di beberapa kota baik besar maupun kecil. Pada akhir abad ke 19, Islam berdiri kokoh di kalangan orang Kazakhtan dan menjadi bagian dari identitas mereka.
Dibawah kekuasaan Soviet, tekanan terhadap agama telah menghilangkan doktrin-doktrin Islam. Organisasi- Organisasi keagamaan yang independent praktis dihapuskan. Kazakhtan berada dibawah jurisdiksi Dewan Spiritual Muslim Asia Tengah dan Kazakhtan (DUMSAK) yang mengatur masalah keagamaan orang Kazakhtan. Orang-Orang Kazakhtan yang sangat khas dan berbeda dengan tetangga mereka, orang Uzbek, yang sianggap agamis. Menurut etnolog Kazakhtan, yakni Rausan Mustafina, banyak orang Kazakhtan yang memandang upacara sebagai bagian dari warisan nasional ketimbang Agama. Sejak merdeka, peranan Islam baik pada tingkat Individual maupun Nasional semakin tampak. Pada tingkat Nasional , Dewan Muslim Kazakhtan (DUMK), yang terpisah dari Dewan Spiritual Asia Tengah yang mengatur persoalan agama orang Kazakhtan. Perkembangan ini bisa dilihat sebagai tanggapan terhadapa kepercayaan kaum Muslim Lokal yang makin besar terhadap agama.
Mesir (Timur Tengah)
Penduduk Arab memilki 60 juta penduduk, mesir merupakan negara Arab Muslim yang terbesar. Mesir juga merupakan salah satu negara yang paling berpengaruh didunia. Sekitar penduduk Mesir merupakan muslimin Sunni. Sisanya Kristen Koptik. Mesir telah menjadi negara muslim pada sejak abad ke-7 ketika (pada tahun 642 ).
Islam memainkan peran penting dalam kehidupan kaum Muslim di Mesir, baik di wilayah privat maupun publik. Sebagai tempat belajar tertua Al-Azhar merupakan universitas Islam yang ada di Mesir. Ikhwanul Msulimin merupakan organisasi yang paling baik di Mesir maupun di dunia Arab. Dari sebuah organisasi Islam Radikal dengan tujuan mendirikan negara Islam dengan perlawanan bersenjata. Islam juga berperan penting dalam kehidupan politik dan perkembangan civil society di Mesir. Islam memainkan peran vital yang senantiasa berubah dalam pembangunan kehidupan masyarakat Mesir. Kaum intelektual Muslim yang terkemuka dan organisasi-organisasi yang mereka bentuk turut menentukan jenis peran dan pengaruh yang dimainkan. Mereka mengartikulasikan respons yang unik dan berbeda terhadap moderenisme Barat. Mesir tetap sebagai negara sekular berdasarkan konstitusi dimana di dalamnya negara dan agama dipisahkan. Mesir diperintahkan oleh rezim yang otoriter yang kekuatannya dalam angkatan bersenjata dan borokrasi. Sifat yang paling penting dari revivalisme Islam di Mesir pada 1990-an adalah bahwa Mesir telah menjadi bagian dari arus utama kehidupan Mesir. Perkembangan ini terjadi karena adanya institusionalisasi sistem politik yang lebih terbuka dibawah kekuasaan Presiden Husni Mubarak. Penekanan pada Kesalehan Islam kini ditemukan dihampir semua lapisan masyarakat.
Kelompok kajian Al-Quran menjadi satu bentuk organisasi profesional dan kesejahteraan sosial. Ulama dan masjid juga telah memainkan peranan yang sangat penting. Seperti halnya jemaat-i-Pakistan, Ikhwanul Muslim menolak imprialisme dan hegemoni kebudayaan Barat. Namun keduanya menyadari bahwa dilema yang dihadapi oleh kaum Muslim merupakan persoalan mereka sendiri, yang disebabkan oleh kegagalan mereka dalam melaksanakan ajaran Islam dengan baik. Keduanya juga menegaskan kembali keharusan masyarakat Muslim untuk menggali kesalehan Islam, yang kemudian membuka jalan bagi berdirinya masyarakat yang benar-benar Islami.
Survei yang terstruktur mengenai Sosio-Demografi yang dilatar belakangi oleh pendidikan dan pekerjaan respondens. Kerja lapangan dilakukan di pusat-pusat penelitian di negara Indonesia(Asia Tengah), Pakistan (Asia Selatan), Kazakhtan (Asia Tengah), Mesir(Tmur Tengah). Profesional muslim adalah mereka yang hampir semuanya berpendidikan universitas dan bekerja secara profesional. Semu responden dalam survei ini adalah orang Muslim. Fokus kajian ini adalah individu atau kelompok yang berpengaruh dalam penanganan masalah kemasyarakatan, seperti telah disinggungkan sebelumnya. Tabel 1.1, menunjukkan bahwa mayoritas responden berasal dari kelompok kelas menengah yang mendominasi lembaga publik.

Syariah dan Aqidah

Syari’ah adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya didalam berhubungan dengan tuhan, dengan saudaranya sesama muslim, dengan saudaranya sesama manusia beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupannya. Istilah syariah dalam konteks kajian hukum Islam lebih menggambarkan kumpulan norma-norma hukum yang merupakan hasil dari proses “tasyri”. Mahmud Shaltout memberikan pengertian dengan jelas, mengartikan bahwa syariah ituadalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut. Untuk dijadikan pegangan oleh immat manusia baik dalam hibungan nya dengan Tuhan, dengna alam, maupun dalam menata kehidupan ini.

Aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu "aqada” yang berarti ikatan atau simpulan. Dari ikatan atau simpulan yang bermakna ini maka lahirlah akidah iaitu ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara dari segi istilah, akidah bermaksud kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa seseorang sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai. Akidah menurut istilah ialah kepercayaan atau keimanan kepada hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti dan hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh “syara" yaitu beriman kepada Allah SWT, rukun-rukun iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkara ghaibiyyat.

aspek aqidah tidak termasuk dalam pembahasan kajian syariah karena merupakan landasan bagi tumbuh dan berkembangnya syari’ah. Sedangkan Syari’ah merupakan suatu yang tumbuh di atas aqidah itu. Pengertian yang dikemukakan Shaltout ini relatif lebih akomodatif , karena dapat mewakili dua jenis syari’ah yaitu ketentuan-ketentuan yang diturunkan serta dikeluarkan oleh Allah dan rasulnya. Hubungan antara aqidah dan syari’at sangat erat sekali hingga tidak terpisah satu sama lain, dengan syarat bahwa kepercayaan itu pokok yang mendorong kepada terwujudnya syaria’t, sedangkan syari’at merupakan pelaksanaan, sebagai tanda terpengaruhnya hati dengan kepercayaan. Dan hubungan ini adalah sebagai jalan keselamatan dan kebahagiaan, karena hal itu telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hambanya yang beriman. Oleh karena itu, barang siapa yang beriman dengan kepercayaan dan menyia-nyiakan syari’at atau mengerjakan syari’at dengan mengosongkan kepercayaan, bukanlah dia merupakan muslim di sisi Allah dan tidaklah dia melalui jalan keselamatan menurut hukum Islam. Islam itu bukan semata-mata kepercayaan saja dan bukanlah tugasnya hanya mengatur hubungan di antara manusia dengan Tuhannya belaka akan tetapi dia adalah kepercayaan dan peraturan segi-segi kebaikan di dalam kehidupan.

Contoh dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalam lingkungan masyarakat, seseorang yang mempunyai aqidah yang sangat kuat tetapi berbanding terbalik dengan syari’atnya yang lemah. Ia beriman dan mengakui adanya Allah sebagai Tuhannya, tetapi dia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban agama yang di tentukan oleh Allah. Dia tidak menunaikan kewajiban-kewajiban agama, yaitu tidak pernah sholat ataupun menjalankan puasa. Memang dia seorang muslim, namun Islamnya tidak sempurna karena hanya merupakan pengakuan saja tanpa ada bukti. Contoh lain, seseorang beriman kepada Rasul-rasul Allah. Rasulullah punya aqidah dalam mengimani Rasul-rasul Allah saja, tidak menjalankan syari’at yang di contohkan beliau kepada umatnya. Ini merupakan cerminan seorang muslim yang kurang sempurna. Bahkan ada juga orang yang tidak menjalankan aqidah maupun syari’ah. Namun ada pula orang yang menjalankan aqidah maupun syariah dengan seimbang. Memang seorang muslim harus mempunyai aqidah maupun syari’atnya yang seimbang atau kedua-duanya kuat dalam kehidupannya. Keduanya adalah pokok agama Islam, aqidah sebagai landasan dan syaria’t sebagai cabang-cabangnya.hal ini berimplikasi bahwa syari’at tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada aqidah Begitu pula sebaliknya. Karena keduanya adalah keniscayaan, yang artinya antara aqidah dan syari’at tidak bisa berdiri sendiri-sendiri.